Mamuju adalah sebuah perkampungan
besar diwilayah pesisir barat Sulawesi yang bertopografi dataran tinggi dan
rendah. Wilayah sepanjang utara bagian barat sampai selatan adalah deretan
pegunungan dan perbukitan dengan hutan dan tumbuh berbagai jenis tanaman subur.
Disepanjang pesisir pantai dan daratannya tumbuh dengan subur kelapa yang
menjadi komoditas perdagangan penduduk yang paling utama selain sagu. Sagu
adalah makanan pokok penduduk Mamuju kala itu. Mamuju saat itu yang jumlah
penduduknya hanya berkisar 2500 orang kepala keluarga, pada malam hari terlihat
cahaya terang dari rumah- rumah penduduk diatas perbukitan dan dekat pantai, mereka
membakar kayu atau api unggun sebagai penerangan. Terlihat perikehidupan
penduduk Mamuju ini sangat mirip dengan beberapa suku bangsa yang ada di Nusantara
mereka hanya mengandalkan sumber makanan dari bercocok tanam dan melaut. Terlihat
kala itu masih terdapat kesamaan dengan orang – orang pedalaman Kalimantan
seperti dalam berpenampilan menggunakan perhiasan atau manik-manik dan memakai
senjata tajam tradisional tapi tidak memiliki praktek dalam ritual adat mereka
memburu dan memotong kepala musuh seperti orang Dayak di Kalimantan.
Pada bulan November 1827 satu
bulan sebelum kedatangan Dalton ke Mamuju telah terjadi pembakaran dan
perampokan di daerah ini, seorang kepala perampok bernama Sindana (?) bersama - sama dengan komplotannya membakar sebahagian
besar rumah- rumah penduduk. Beberapa
orang terbunuh dan menangkap kurang lebih 300 orang yang sebagian besar adalah
anak-anak dan perempuan ditawan dan sebagian dijadikan budak. Bahkan selama Dalton menetap di Mamuju selama
10 minggu, wilayah Mamuju telah didatangi dua kawanan perompak lainnya yang
satu berasal dari Kaili dan lainnya berasal dari Pambowan Mandar, setelah
sebelumnya rumah-rumah penduduk yang terbakar dan sebagian penduduk kembali
setelah melarikan diri ke pegunungan, mereka harus kembali dirampok dan dijarah
oleh para perampok dari Kaeili, mereka menembaki kampung ini dan mengambil
setiap perahu nelayan yang ditambatkan dipantai. Mereka berjumlah hingga 134
kapal dari berbagai ukuran menakut-nakuti penduduk Mamuju dengan tembakan
meriam dari pantai, sampai pada saat itu tiba pula perompak dari Pambowang
Mandar dan berhasil mengusir perompak dari Kaeli ini. Namun perompak ini tidak
jauh berbeda dari yang lainnya, mereka memaksa Raja Mamuju untuk mengumpulkan
harta benda penduduk, sebagai bentuk upah atas jasa mereka mengusir perompak
dari Kaeli. Para perompak ini menggunakan bendera kerajaan Belanda sebagai
bentuk penyamaran agar penduduk tidak curiga sebelumnya dengan menyangka bahwa
kapal – kapal ini adalah milik kerajaan Belanda yang sedang berlayar.
Mereka tidak pandai menanam Padi
disebabkan belum ada pengetahuan mereka bersawah seperti kebanyakan masyarakat
di Kaili dan Kalimantan, penduduk Mamuju hanya mengandalkan sagu sebagai bahan
makanan pokok yang memang tumbuh subur ditanah ini, beberapa kawasan ke
Tenggara, Timur dan Selatan di kampung Mamuju adalah hutan pohon sagu yang
tumbuh subur memanjang sejauh mata memandang. Dan kebanyakan itu adalah milik
Raja dan menyewakannya kepada penduduk untuk dikelola kemudian sebahagian
hasilnya diserahkan kepada Raja Mamuju setiap tahunnya sedangkan beras adalah
makanan mewah yang hanya dapat diperoleh dengan membeli dari pedagang yang
datang dari Kaili, Passier dan Kutai, walaupun beras tersebut kualitasnya
sangat rendah tapi tetap merupakan bahan makanan yang mahal dan tidak semua
keluarga mampu untuk membelinya, diperkirakan hanya sekitar 250 keluarga yang
bisa mengkomsumsi beras. Hanya orang – orang yang mampu membeli gabah itupun
mereka hanya mengkumsumsi beras setelah kapal – kapal dagang dari Kaili merapat
kepantai Mamuju, adapun beras yang biasa datang dari Passier atau Kutai
(Kalimantan) yang biasa membawa beras dengan kualitas yang bagus namun harganya
sangat mahal, sehingga sagu tetap menjadi pilihan untuk dijadikan makan pokok
penduduk Mamuju.
Aktifitas ini merupakan profesi
sebahagian besar penduduk pribumi asli suku Mamuju, mereka merawat dan
mengumpulkan hasil panen sagu ini kepada para bangsawan dan orang kaya Bugis
yang ada di Mamuju dan memperoleh upah atas kerja mereka seperti; garam, gula,
perhiasan, dan kain dan bagian atas sagu yang mereka kelola. Waktu terbaik
biasanya mereka mengelola sagu yang sudah berumur 8 dan 10 tahun sampai 35
tahun, karena jika sudah lewat dari periode itu maka pohon sagu akan membusuk
dan berulat. Pohon sagu yang berumur sepuluh tahun akan tumbuh sampai
ketinggian 27 kali dan 5 sampai 8 kaki dari pangkal pahon akan terus menerus
dapat di panen selanjutnya selama 2 sampai 3 bulan, yang biasanya tebal sagu
telah mencapai 3 sampai 5 inchi sesuai kualitas tanah tempat tumbuh pohon.
Selain sagu, kelapa adalah
tumbuhan jenis palem yang paling banyak tumbuh diwilayah ini dan menjadi
komoditas unggulan dalam aktifitas perniagaan masa itu, hampir disepanjang
pesisir pantai Mamuju banyak tumbuh kelapa selain kuantitas juga kualitas
kelapa dari wilayah Mandar utamanya di Mamuju adalah kelapa yang paling banyak
dicari oleh pedagang- pedagang lokal. Selain kualitasnya yang bagus harga
kelapa di Mamuju juga murah sampai 200 real perbiji, lebih murah dari kelapa di
wilayah Kaeili yang berkisar 300 sampai 350 real dan harganya lebih mahal lagi
jika kelapa masih muda dibanding kelapa yang tua. Hampir setiap penduduk di
Kampung ini memiliki aset tanaman ini dan menjadi barang unggulan untuk
dipasarkan. Bahkan masyarakat Mandar kala itu telah mampu membawa barang
dagangan mereka sendiri keberbagi wilayah untuk dipasarkan seperti ke
Kalimantan, Makassar bahkan sampai ke Singapura.
Penduduk Mamuju juga telah
mengenal cara menangkap ikan dan mengambil kerang-kerangan dilaut untuk
dijadikan bahan makanan pendamping sagu (lauk). Pribumi Mamuju bukanlah pelaut
ulung seperti penduduk dari daerah Mandar lainnya, mereka hanya suka berdagang
dan bercocok tanam dan tidak mahir dilaut. mereka mengumpulkan kerang-kerangan,
kepiting dan ikan laut pada saat air terjadi pergantian pasang surut laut
disepanjang pantai. Ini dilakukan pada saat bulan purnama ketika air laut surut
mereka menggunakan sampan kecil dan kebanyakan yang melakukan adalah perempuan
dan anak-anak. Hasil tangkapan mereka kadang kala dijual kepada Raja bahkan
kepada kalangan bangsawan dan orang – orang Bugis yang lebih kaya, walaupun
dijual dengan harga yang sangat murah tetapi mereka tak punya pilihan selain
itu demi mencukupi kebutuhan hidup mereka untuk mendapatkan sedikit kebutuhan
dapur seperti; garam, gula dan tembakau, yang biasa didapatkan dari pedagang
yang datang dari Makassar dan Kaeili. Mereka membeli kebutuhan mewah seperti
beras dan gula hanya ketika akan melangsungkan acara-acara seperti perkawinan
ataupun kelahiran seorang anak. Selain berdagang kelapa biasanya untuk memenuhi
kebutuhan hidup, mereka juga sudah mahir membuat kain tenunan (sarung) yang
biasanya dikerjakan oleh kaum perempuan dan keluarga yang memiliki budak akan
membantu mereka membuat tenunan sepanjang hari yang akan dijual seharga 2 real
atau 4 Rupee perhelai kainnya.
Di Mamuju kebiasaan menghisap
candu (opium) sudah ada sejak dahulu, bahkan ini adalah kegiatan yang sangat
rutin dilakukan oleh para bangsawan dan keluarga kerajaan kala itu. Ketika
seorang utusan yang datang dari Makassar membawa surat, dia harus menunggu
selama 2 hari untuk mendapatkan balasan surat dari Raja, agar raja benar-benar
sudah sadar dari rasa mabuk opium. Komsumsi candu ini hanya terbatas pada
kalangan yang mampu membelinya saja seperti bangsawan dan kaum kaya saja.
Konsumsi opium di Mamuju adalah 5 sampai 6 peti pertahunnya, harga perpeti biasanya
2000 sampai 2400 real perkeranjang/ peti. Dikatakan dalam catatannya bahwa Raja
dan beberapa bangsawan dan keluarganya memiliki harta kekayaan berupa emas yang
banyak dan memiliki fasilitas hidup yang sangat mewah. Ini dikarenakan di
beberapa bahagian wilayah kerajaan Mamuju terdapat banyak tambang emas milik
keluarga Raja yang akan diserahkan pada
Raja 10 sampai 20 persen setiap tahunnya. Emas ini juga dijual ke Singapura dan
Penang dengan harga 23 sampai 25 real perbuncal (?) di Singapura 30 Dolar / 78
Rupee Jawa. Salah seorang saudara Raja menawarkan kepada Dalton bahwa dia mampu
membayar 10.000 buncal emas hanya dalam waktu 5 hari saja, dalam bentuk
bongkahan dan serbuk jika mereka bisa mendapatkan senapan, meriam buatan
Palembang, mesiu dan 5 peti opium.
Emas ini digunakan untuk membeli
berbagai kebutuhan seperti: opium, mesiu Amerika, musket, gilingan dan barang
lainnya berupa senjata meriam palembang (Lantaka). Untuk mesiu buatan Amerika
ini mereka dapatkan dari Passier seharga 45 real perbarel/pikul yang biasanya
harga bubuk Mesiu ini 30 hingga 90 Real/ Pikul, Senapan seharga 7 Dollar. Namun
seringkali mesiu ini berapapun banyaknya hanya terbengkalai tidak digunakan
oleh mereka walaupun telah dibeli dengan harga yang sangat mahal bahkan mereka
akan menjualnya kembali ke Kaili atau ke tempat lain di Mandar. Sedangkan untuk
candu (opium) mereka membeli dalam jumlah yang banyak untuk mereka konsumsi
beberapa bulan kedepannya. Sepertinya kebutuhan candu dan mesiu lebih
diprioritaskan dibanding dengan kebutuhan dasar lainnya sehingga kekayaan emas
yang mereka simpan kadang mereka simpan hanya untuk membeli kedua barang ini.
Tentang melimpahnya emas di Mamuju ini selalu mereka rahasiakan kepada orang –
orang dari luar utamanya kepada perompak demi keselamatan awak kapal yang
berlayar membawa dagangan ke Singapura. Berita ini juga dirahasiakan kepada
para pedagang dari luar, pihak Belanda dan Inggris, karena jika mereka tahu
akan kekayaan ini mereka tidak akan segan –segan akan menguasai Kerajaan ini,
dan benar saja banyak perompak yang mengincar emas emas ini dengan
menghancurkan dan menghabisi penduduk Mamuju saat itu demi harta berupa emas
yang berlimpah disana. (Terjemahan dan penulisan oleh Arman Husain 2019)
Sumber : John Dalton, Notice Of Indian Archipelago And Adjacent Countries. J. H. Moor. In Published Singapore Chronicle 1831.
Login
Perompak dari pambowan mandar...? Luar biasa ini artikel. Mau ditelusuri
BalasHapusArtikel diatas adalah terjemahan dari artikel yang aslinya berbahasa Inggris.. Bukan penulisan yg dibuat buat, kalau tertarik menelusuri silahkan download pdf nya dan terjemahkan sendiri..oke
BalasHapus