Mamuju Ethnic

Informasi & Literasi Budaya Mamuju

Rabu, 06 Juni 2018

Bahasa Dan Dialek Mamuju

Griems dan Grimes (2000) mengemukakan enam gejala yang menandai kepunahan bahasa pada masa depan yaitu: (1) penurunan secara drastis jumlah penutur aktif, (2) semakin berkurangnya ranah penggunaan bahasa, (3) pengabaian atau pengenyahan bahasa ibu oleh penutur usia muda, (4) usaha merawat identitas etnik tanpa menggunakan bahasa ibu, (5) penutur generasi terakhir sudah tidak cakap lagi menggunakan bahasa ibu, dan (6) contoh-contoh mengenai semakin punahnya dialek-dialek satu bahasa, keterancaman bahasa kreol dan bahasa sendiri. Selanjutnya, Summer Institute of Linguistics (SIL, 2008) menyatakan bahwa paling sedikit dua belas faktor yang berhubungan dengan kepunahan bahasa, yaitu: (1) kecilnya jumlah penutur, (2) usia penutur, (3) tidak digunakan bahasa ibu oleh anak-anak, (4) penggunaan bahasa lain secara reguler dalam latar budaya yang beragam, (5) perasaan identik etnik dan sikap terhadap bahasanya secara umum, (6) urbanisasi kaum muda, (7) kebijakan pemerintah, (8) penggunaan bahasa dalam pendidikan, (9) intrusi dan eksploitasi ekonomi, (10) keberaksaraan, (11). kebersastraan, dan (12) kedinamisan para penutur membaca dan menulis sastra.

Kepunahan suatu bahasa biasanya diawali dengan adanya pengaruh bahasa lainnya yang ada di sekitar bahasa yang bersangkutan. Adanya daya tarik untuk menggunakan bahasa lainnya itu secara perlahan-lahan akan menggeser bahasa daerah setempat. Fenomena pergeseran bahasa sudah biasa terjadi dan bukan hal yang luar biasa. Sehubungan dengan kepunahan sebuah bahasa, Krauss (1977) membagi bahasa dalam tiga kategori, pertama bahasa yang statusnya dalam posisi aman (save language). Kedua, bahasa yang tergolong dalam posisi tidak aman (endangered language). Ketiga, bahasa yang tergolong dalam posisi terancam punah (moribund language).

Bahasa yang tergolong bahasa dalam posisi aman adalah bahasa yang masih aktif dipakai pemakainya secara aktif. Artinya, bahasa masih dipakai oleh penuturnya. Penutur yang dimaksud adalah seluruh lapisan masyarakat pendukung bahasa bersangkutan mulai dari anak-anak sampai orang tua. Selain itu juga, digunakan dalam segala kesempatan atau aktivitas dalam masyarakat. Bahasa-bahasa yang berada dalam posisi tidak aman adalah bahasa-bahasa yang dipengaruh oleh bahasa-bahasa yang ada di sekitarnya. Hal ini terjadi jika daerah tempat bahasa daerah itu mengalami kemajuan dalam segala bidang. Berkembangnya teknologi di daerah itu. Bahasa-bahasa yang berada dalam posisi terancam kepunahan adalah bahasa -bahasa yang penuturnya semakin hari semakin berkurang, karena beberapa sebab di antaranya, bahasa itu tidak digunakan lagi anak-anak, bahasa itu hanya digunakan oleh penutur yang sudah tua di atas 50 tahun. Contoh kasus untuk bahasa hampir punah yang ada di Sulawesi Selatan adalah bahasa Wotu di Kabupaten Luwu. Pada tahun 1988 penutur bahasa ini sekitar 4000 orang. Kini, bahasa ini penuturnya hanya sekitar 500 orang (Dollah,2003:1-2).

Dari ketiga kasus kepunahan bahasa di atas bahasa Mamuju saat ini berada dalam kondisi tidak aman. Di Sulawesi Selatan dan Barat kepunahan bahasa-bahasa daerah pun menggejala. Hal ini terasakan pula dalam bahasa Mamuju. Para ibu-ibu terutama di Kota Mamuju sudah jarang berkomukasi kepada anak-anaknya dengan menggunakan bahasa daerah Mamuju. Mereka lebih banyak memberikan bahasa Indonesia di rumah, sehingga perbendaharaan kosakata bahasa Mamuju oleh anak sangat kurang. Para remaja pun lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia. Ketika mereka ditanya mengapa sudah jarang menggunakan bahasa Mamuju, pada umumnya menjawab tidak mengerti bahasa Mamuju karena di rumahnya menggunakan bahasa Indonesia. Selain itu, ada di antara mereka sedikit gengsi menggunakan bahasa Mamuju. Penggunaan bahasa para pedagang di pasar pun menggunakanbahasa yang bervariasi, yaitu bahasa Mamuju, Bugis, Makassar, Mandar, dan lain-lain.

Sebelum ditetapkan Provinsi Sulawesi Barat Mamuju berdiri sebagai sebuah kabupaten. Sebagai sebuah kabupaten, Mamuju mempunyai bahasa tersendiri, yaitu bahasa Mamuju. Ada pendapat menyatakan bahwa bahasa Mamuju merupakan salah satu dialek bahasa Mandar karena Mamuju masuk etnik Mandar. Meskipun Mamuju dikategorikan masuk etnik Mandar, Mamuju mempunyai bahasa tersendiri bukan salah satu dialek bahasa Mandar. Hal ini dapat dibuktikan bahwa orang Mandar tidak mengerti bahasa Mamuju. Hasil pengamatan dan penelusuran studi pustaka bahwa bahasa Mamuju mempunyai tiga dialek, yaitu Mamuju-Padang, Mamuju-Sinyonyoi, dan Mamuju-Sumare-Rangas. Akan tetapi, berdasarkan data di lapangan, masih ada satu dialek yaitu dialek Mamuju-Kalukku, dialek Mamuju-Kalukku berada sekitar Kecamatan Kalukku, dialek Mamuju-Sumare-Rangas digunakan penduduk di sekitar Kota Mamuju. Dialek Mamuju-Padang digunakan di daerah dataran tinggi Kabupaten Mamuju. Di daerah Padang Panga, Padang Baka, Sangkurio, dan wilayah Kelapa Tujuh.

Menurut Palengkahu, dkk (1994) bahwa dialek Mamuju adalah Mamuju-Padang, Mamuju-Sinyonyoi, Mamuju-Sondang. Contoh kosakata disini (bahasa Indonesia) dalam bahasa Mamuju dialek Padang indehe, Mamuju dialek Sinyonyoi inde, dialek Mamuju-Kalakku dinne, Mamuju-Sumare-Rangas dinne. Meskipun ada perbedaan di antara dialek itu, orang Mamuju masih bisa saling mengerti di dalam berbahasa Mamuju.

Bahasa Mamuju terkait dengan bahasa lain di Kelompok Bahasa Sulawesi Selatan berdasarkan metodologi linguistik komparatif sejarah. Untuk mencapai tujuan ini, korespondensi suara antara bahasa Mamuju dan bahasa / dialek lainnya di sekitarnya sehubungan dengan Proto Austronesia disurvei. Selanjutnya leksikon Proto Mamuju direkonstruksi dan morfemnya juga dibandingkan. Studi tersebut menunjukkan bahwa nasalisasi dan geminasi (pre) dalam kata-kata, afixasi dan gemionasi dan afiks kompleks adalah fenomena yang memberi bukti untuk membangun hubungan antara bahasa Mamuju dan bahasa lainnya dalam kelompok. Melalui penelitian ini, kita dapat membuktikan keberadaan bahasa Proto Mamuju, dan menjelaskan perkembangan Proto Sulawesi Selatan ke dalam bahasa Mamuju sekarang, dan bahasa Proto Mamuju menjadi dialek yang kita miliki sekarang. Tidak ada keraguan bahwa bahasa Mamuju adalah dialek bahasa apa pun di Kelompok Bahasa Sulawesi Selatan dan memiliki hubungan dekat dengan bahasa Aralle-Tabulahan dan Ulu Manda. Hubungannya dengan bahasa Mandar, Sa'dan dan Massenrempulu tidak begitu dekat, dan berhubungan secara longgar dengan bahasa Makassar dan Bugis. 

Adapun Penutur bahasa Mamuju sekitar 77.000 orang [Sneddon, 1981] atau 95.000 orang [Grimes dan Grimes, 1987: 37] atau 60.000 orang [Grimes, 1992: 626]. Jumlah penutur Bahasa mamuju relatif sedikit dibanding dengan beberapa bahasa dari kelompok bahasa Sulawesi Selatan (KBSS) seperti bahasa Bugis, bahasa Makassar, bahasa Mandar dan bahasa Sa'dan.

Di bawah ini diterangkan karya-karya penting di dalam bidang penelitian tentang Bahasa Sulawesi Selatan. Karya Karel F. Holle, 1894. SchetsTaalkaart van Celebes. dalam Koloniaal Verslag van 1894 adalah sepengetahuan penulis, peta bahasa Sulawesi tertua. Menurut peta bahasa oleh Holle, yang dibantu oleh Brandes, Johann C.G., dan Jonker tersebut, Sulawesi dibagi menjadi lima daerah. Kalau diperhatikan daerah yang melingkup Sulawesi Selatan, garis perbatasannya mulai dari sebelah selatan Tolitoli melalui tengah pangkal semenanjung Minahasa, dan melewati teluk Tomini dari Dulagu ke Loinan. Setelah itu, melewati pedalaman semenanjung Loinan ke arah barat. Di sebelah timur Danau Poso, garis perbatasannya membelah Sulawesi Tenggara timur dan barat, dan akhirnya sampai di ujung selatan Sulawesi Tengah. Wilayah yang dikurung oleh garis perbatasan tersebut dianggap suatu wilayah yang di dalamnya tersebar bahasa-bahasa dari suatu kelompok bahasa, yang ditandai "II" dalam peta tersebut. Kelompok bahasa yang ditandai "II" dapat dihitung delapan bahasa. Di antaranya terdapat bahasa yang sekarang tidak tergolong sebagai anggota KBSS, tetapi sebagai Kelompok Bahasa Kaili-Pamona. Ada empat bahasa yang tergolong dalam kelompok bahasa "II" yang dianggap sebagai bahasa Kelompok Bahasa Sulawesi Selatan, yaitu Bahasa Mandar (Mandarsch van Balangnipa "Mandar Balanipa"), Bahasa Mandar Majene (Mandarsch van Madjene "Mandar Majene"), Bahasa Bugis, dan Bahasa Makassar.

Menurut peta bahasa, kedua bahasa Bahasa Mandar dianggap dua bahasa yang berdiri sendiri. Garis perbatasan kedua Bahasa Mandar mulai dari pertengahan kota Majene dan Polewali, pantai Teluk Mandar ke utara sampai sekitar kota Mamuju. Sebelah barat garis tersebut dinamai Bahasa Mandar Balanipa. Sebelah timur garis tersebut dinamai Bahasa Mandar Majene. Kedua Bahasa Mandar tersebut tersebar sampai daerah utara yang dianggap daerah Bahasa Mamuju sekarang.

Mills menghitung tujuh bahasa sebagai anggota Kelompok Bahasa Sulawesi Selatan(KBSS), yaitu Bahasa Makassar, Bahasa Bugis, Bahasa Pitu Ulunna Salu, Bahasa , Bahasa Massarempulu, dan Bahasa Seko, tetapi tidak mengakui adanya Bahasa Mamuju. Menurut pendapatnya, yang dianggap daerah penutur Bahasa Mamuju itu sebetulnya merupakan daerah campuran penutur Bahasa Mandar dan PUS.

Akan tetapi penelitian yang dilakukan oleh Mills dianggap masih tidak berkompeten dan kekurangan data sehingga tidak bisa dianggap hasil penelitian yang lengkap. Menurut Pendapat Grimes dan Grimes, jauh berbeda dengan pendapat peneliti lain, baik bahasa yang dikelompokkan dalam Kelompok Bahasa Sulawesi Selatan (KBSS) maupun jumlah bahasa, salah satu Perbedaannya adalah dialek-dialek Bahasa Mamuju adalah dialek Mamuju yang menyerupai dialek Sumare - Rangas, dialek Padang, dialek Sinyonyoi, dialek Sondoang, dialek Budongbudong , dialek Tapalang, dan dialek Botteng. Terdapat perbedaan pendapat di antara Sneddon dengan Grimes dan Grimes dalam hal perbatasan kedua bahasa di atas. Grimes dan Grimes menganggap perbatasan kedua bahasa itu terdapat di antara kota Tapalang dan Malunda.

Kedudukan Bahasa Mamuju dalam KBSS, dapat dijelaskan bahwa Bahasa Mamuju berbatasan dengan Kelompok Bahasa Kaili Pamona (KBKP) di sebelah utara, dengan Bahasa Tapalang, dialek Kalumpang, dialek Aralle di sebelah timur, dan dengan dialek Botteng, dialek tapalang di sebelah selatan. Bahasa Mamuju merupakan salah satu anggota KBSS yang terletak di sebagian besar Kabupaten Mamuju. Indikatornya adalah adanya dialek Mamuju, dialek Sumare, dialek Sondoang, dialek Padang dan mungkin dialek Budong Budong. "Kata Dasar Bahasa Mamuju". Arti "Kata Dasar" dalam judul itu bukan kata yang menjadi dasar kata turunan, melainkan kosakata yang menjadi dasar untuk bahasanya. Jumlah masukan kosakata lebih 4000 buah. Karya penulis yang berhubungan dengan bidang penelitian tentang Bahasa Mamuju adalah Yamaguchi 1996 dan 1999.

Pada masa pendudukan Jepang bahasa Mamuju masih dipakai oleh penduduk dalam beraktivitas sehari-hari. Kanak-kanak masih memperolehnya sebagai bahasa pertama. Orang tua berkomunikasi kepada anaknya menggunakan bahasa Mamuju. Ibu-ibu dalam mengasuh anak balitanya menggunakan bahasa Mamuju. Di Pasar para pedagang-pedagang masih menggunakan bahasa Mamuju (hasil wawancara).

Hal ini dikarenakan pada masa pendudukan Jepang, bahasa Mamuju dibolehkan dipakai dalam berkomunikasi antarpenduduk. Selain itu, bahasa Mamuju belum terkontaminasi oleh bahasa lain. Keadaan bahasa Mamuju seperti ini bertahankan sampai masa Orde Baru (Arman Husain, 2017).


_referensi:

- Nurhayati Syairuddin, M.Hum. Unhas, DULU, KINI, DAN MASA DEPAN BAHASA MAMUJU. Hal. 31

- Kedudukan Bahasa Mamuju  Secara Genealogis Dalam Kelompok  Bahasa Sulawesi Selatan. (Masao Yamaguchi Analisis, Tahun II, No. 3 Januari 2001. Hal : 169-186)

- Grimes dan Grimes, 1987: 36-39.point. 10, Hal ; 172

- Sneddon, 1981; Grimes dan Grimes, 1987. Hal : 35-36.

- Hokuto.Tahun 2012
Login


Tidak ada komentar:

Posting Komentar