Mamuju Ethnic

Informasi & Literasi Budaya Mamuju

Minggu, 05 Agustus 2018

Meriam tua siapakah pemiliknya



Pada awalnya banyak yang tidak tahu asal cerita mengapa di Mamuju tepatnya dikediaman A. Amir DAI salah seorang saudara kandung Raja Mamuju, H. A. Maksum DAI terdapat sebuah meriam peninggalan VOC Belanda. Meriam tersebut banyak mengundang tanya bagi yang sudah pernah melihatnya bagaimana dan darimana asal meriam tersebut. Menurut salah seorang tokoh masyarakat Kasiwa yang memiliki sumber cerita dari kakek buyutnya yaitu Abd. Rahman bahwa meriam tersebut merupakan peninggalan VOC atau Serikat Kongsi Dagang Kerajaan Belanda yang pernah datang ke Mamuju di abad 17 M. Wilayah kerajaan Mamuju sudah didatangi oleh VOC sebelumnya diabad ke 15 M, tapi hanya dalam rangka membeli rempah dan komoditas pasar eropa kala itu dan  menjajah wilayah ini sejak bangkrutnya Perusahaan Dagang tersebut dan diambil alih oleh pihak Kerajaan Belanda Tahun 1799. 
Sejak penandatanganan Perjanjian Bongaiya 1667 di Makassar sebagai langkah awal legitimasi monopoli dagang VOC di wilayah Sulawesi bagian selatan sampai kebagian barat Sulawesi dimana raja raja di persekutuan Pitu Babana Binanga dipaksa turut menandatangani Perjanjian tersebut di Makassar, dan hanya kerajaan Tapalang dan Sendana yang tidak hadir saat itu. 
Kedatangan bangsa Belanda yang ingin menguasai perdagangan di Mamuju mendapat penolakan dari beberapa kaum bangsawan kerajaan sehingga kerajaan Mamuju diberi ultimatum untuk menandatangani perjanjian Panjang atau Lange Contract dengan pihak kerajaan Belanda. Merasa tidak mendapat respon pihak Belanda segera mengirimkan angkatan perang yaitu sebuah kapal perang yang dilengkapi dengan beberapa meriam kapal. Inilah awal cerita kehadiran meriam tersebut, memang beberapa wilayah di Indonesia banyak ditemukan meriam peninggalan bangsa Belanda namun meriam di Mamuju ini memiliki cerita yang menarik untuk diketahui.
Singkat cerita akhirnya kapal perang tersebut merapat diperairan Mamuju tepatnya dipantai Kasiwa saat itu pada malam hari atau diwaktu dini hari sebelumnya, mungkin pada saat merapat kepantai, kapal tersebut oleng karena ombak atau menabrak sesuatu sehingga salah satu meriam yang terpasang dikapal itu jatuh kepantai, namun tidak ada keterangan pastinya apa penyebab meriam tersebut jatuh atau memang sengaja diturunkan kepantai diwaktu malam hari saat itu, tapi jelas tujuan Belanda hanya untuk menggertak raja Mamuju menurut ceritanya.

Meriam Kuno buatan  VOC yang ada di Mamuju




Keesokan harinya meriam tersebut ditemukan oleh salah seorang nelayan warga kampung Kasiwa yang hendak memeriksa ikan dikeramba miliknya di laut, maka langsung saja kejadian itu mengundang perhatian raja Mamuju, maka datanglah raja Mamuju ke pantai dan melihat benda tersebut, dan kemudian raja Mamuju seraya berkata; "madondong duambongi, uqde mala tiangkaq inne manaq punna useiyya tokasiwa mangangkaq sabaq tokasiwa ampunna" artinya; .. besok lusa tidak akan terangkat pusaka ini jika bukan orang/ keturunan asal Kasiwa sebab merekalah pemiliknya".
Begitulah kira kira pengertiannya bahwa raja telah mengumumkan pemilik sah meriam yang juga dianggap pusaka (manaq) oleh warga Mamuju saat itu adalah milik warga Kasiwa. Tapi dari sumber cerita berbeda dari anak keturunan keluarga Pue Dolla (Pue Tokasiwa) A. Zainal Abidin, bahwa meriam itu milik kakek buyutnya yaitu Atjo Udung yang dibeli di Singapura pada masa itu, tapi saya (red), kurang yakin dengan cerita yang disampaikan, mengingat pada meriam itu tertera tulisan VOC Amsterdam, 1658. Tidak mungkin ada pasar senjata yang memperdagangkan meriam milik VOC yang kala itu masih menguasai jalur perdagangan di wilayah Asia Tenggara sampai Eropa. 
Namun ini belum berakhir sampai disitu, dimasa awal kemerdekaan 1945, meriam ini pernah dipindahkan ke Ampallas tepatnya Desa Tadui oleh salah seorang keluarga Pue Dolla beberapa tahun lamanya. Pernah sekali ada keluarga bangsawan kerajaan Mamuju yang ingin mengambil meriam tersebut untuk dibawa ke Mamuju, namun ditolak oleh anak Pue Dollah dan sempat terjadi perseteruan antar keluarga bangsawan ini untuk memutuskan siapa yang lebih berhak menyimpan meriam tersebut. Namun meriam tersebut akhirnya harus dipindahkan kembali kerumah raja Mamuju A. Maksum DAI, dan sampai saat ini meriam tersebut masih berada dirumah A. Amir DAI yang juga adalah bekas istana kerajaan Mamuju di Jalan Sultan Hasanuddin. (Arman Husain_2018).


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar