Mamuju Ethnic

Informasi & Literasi Budaya Mamuju

Rabu, 06 Juni 2018

Hikayat Labuang Tobali


Tahun 1580 Putri Raja Badung Bali, Bersama rombongan datang dan menetap di mamuju, Setelah Pernikahannya dengan Raja Mamuju,  mereka tiba di Mamuju melalui pelabuhan yang sampai sekarang di sebut "Labuang To Bali" artinya pelabuhan orang Bali disebuah desa yang sampai saat ini disebut "Kasywa" yang diambil dari nama dewa budha Bali. Sejarah menuturkan cerita "lasaga dan keris manurung" ini berawal dari sini,  yuk ikuti ceritanya ...

“Satu ketika, datanglah bangsawan dari Bali dengan puterinya yang cantik bernama Meraarrappuang, diberitakan orang- orang  kepada Raja Mamuju. Kata Raja Mamuju, pergilah lihat dan cari akal agar ia tidak boleh pulang! Maka pergilah orang yang disuruh raja. Setiba di sana, ia mengatakan: mari kita masuk di sungai! Maka masuklah perahu bangsawan Bali itu ke Sungai Mamuju. Setelah perahu itu di sungai, pergilah raja Mamuju ke perahu bangsawan Bali itu. Setiap saat Raja Mamuju ke perahu itu, terutama di waktu malam. 

Setiap malam jugalah pengawal Raja Mamuju secara diam-diam menimbun batu dan pasir di muara sungai bersama rakyat Mamuju. Ketika bangsawan Bali itu pamit pada raja Mamuju untuk pulang ke Bali, paginya ia lihat muara sudah tertutup dengan pasir (sekarang digelar Bone Tangnga ‘Pasir Tengah’). Perahu bangsawan Bali itu tak boleh pulang, akhirnya ia tinggal di Mamuju.  Tak berapa lama, kawinlah raja Mamuju dengan putri bangsawan Bali itu, Menjelang beberapa lama sesudah menikah putri itu pun mengidam. Semasa  kehamilannya pulanglah ia ke Bali, Tak lama kemudian, Sang Putripun melahirkan anaknya laki-laki kembar dengan sebilah keris, yang diberinya nama Lasalaga.

Setelah anak itu beranjak dewasa, ayahnyapun  wafat, Atas perintah pembesar kerajaan Mamuju diutuslah beberapa orang yang cerdik pandai dari kerajaan Mamuju ke Bali untuk mengambil anak raja. Setiba di kerajaan Bali permintaan untuk membawa pulang anak raja itupun ditolak oleh raja Bali dan rencana merekapun akhirnya tidak membuahkan hasil, dengan tangan hampa pulanglah orang suruhan itu kembali ke Mamuju.  Sesampainya di Mamuju keadaan di kerajaan mamuju jadi tidak stabil, kacau dan terjadi perpecahan, paceklik melanda, ditengah kemelut dan bencana yang terjadi di kerajaan Mamuju, berkumpullah para pembesar dan saling bertukar pendapat bagaimana menyelesaikan kemelut yang terjadi dikerajaan mamuju, ini dikarenakan kosongnya tahta kerajaan yang harus segera diisi oleh pewarisnya jika hal tersebut dibiarkan berlarut- larut akan semakin membahayakan kerajaan Mamuju itu sendiri, Maka disepakatilah bahwa pewaris kerajaan harus dibawa pulang, suka tidak suka rela tidak rela harus dipaksakan apapun jalannya. Maka kembalilah orang Mamuju ke Bali untuk menjemput anak rajanya dengan membawa Sakkaq Manarang yang seorang pandai besi.  Singkat cerita hal yang sama kembali terjadi, permintaan mereka kembali tidak dituruti oleh sang putri.

akan tetapi suruhan dari kerajaan Mamuju tidak kehabisan akal, kalau tak boleh ke Mamuju tak apalah, kami hanya ingin tidur bersama dengan anak raja kami di perahu malam ini, karena besok kami sudah pulang. Sang Putripun menyanggupi permintaan meraka, setelah  anak raja itu turun ke perahu dan tertidur lelap, "Sakkaq Manarang"  diam diam mengebor/melubangi semua lambung perahu yang ada.

Tibalah waktu yang direncanakan pada dini hari, berlayarlah orang Mamuju dengan membawa anak rajanya pulang ke kerajaan Mamuju. Pengawal/prajurit kerajaan Bali berusaha mengejarnya tapi sia-sia karena perahunya semuanya bocor dan tenggelam, dan setiba di Mamuju, anak itu langsung diangkat jadi raja, Tidak lama menjadi raja Mamuju, Sang raja ini rindu akan ibu dan kembali ke kerajaan Bali untuk menjenguk sang ibu, Rasa rindunya terobati dengan bertemu lagi dengan sang ibu dan cukup lama menetap di Bali sampai sampai lupa bahwa harus kembali kekerajaannya di Mamuju.

Setiba di sini (Mamuju), ia kawin dengan sepupu sekalinya. Kerjanya di Mamuju dia menyerang kerajaan/negeri yang lain. Dikalahkannya Kuri-Kuri, dan rakyat satu daerah/kampung Kuri-Kuri jadi pengawal (joaq). Orang Alukalulah yang jadi orang Bone-Bone, orang Kuri-kuri yang jadi Kasiba. Raja Mananggalalah yang jadi Paqbicara, dialah jadi Pue Tokasiba (kasyiwa), karena dia mengikuti budaknya dari Kuri-kuri sehingga masuklah atau menjabatlah Pue Tokasiba. Puatta di Mamuju ke Kalumpang mengadakan perjanjian dan dialah yang mengalahkan Ringgi dan Bunu-Bunu. Sesuai perjanjian Kalumpang, Tanah Mamuju mulai Pembuni sampai ke ujung batas tanah Mamuju, Lalombi, dan sampai ke Lebaniq di seberang sungai Simboroq, di Siruma. Tanah Kaililah di sebelah tanah/daerah Mamuju di arah matahari terbit  sampai bertemu tanah di Kaili. Di arah matahari terbit, berbatasan dengan Luwuq.(Arman Husain)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar