Mamuju Ethnic

Informasi & Literasi Budaya Mamuju

Sabtu, 10 Juli 2021

Si miskin dan Raja (Terjemahan; Lapokasiasi Ampeq Maradika)

Konon ada seorang miskin dan seorang raja. Sang raja ini mempunyai tujuh istri, tetapi tidak ada seorangpun diantara istrinya yang dapat melahirkan. Si miskin ini adalah seorang gadis yang tinggal di kebunnya sendiri. Pada suatu ketika sang raja ini bermaksud mengadakan pembacaan doa selamat. Dia menyuruh hamba-hambanya mengambil daun pisang di kebun orang lain . Setibanya hamba-hamba raja ini di kebun orang, bertemulah mereka dengan si miskin yang disebut tadi Berkatalah si miskin kepada hamba-hamba raja, "Hai, ibu-ibu hamba raja, sekiranya saya yang diperistri sang raja selama ini, niscaya saya akan melahirkan dua atau tiga anak, dari Tuan raja, satu anak berpusat mutiara, satu anak berdada emas, dan satu anak yang lain berurat leher emas." 

Setelah hamba-hamba raja ini mendengar si miskin berbicara demikian kepadanya, serempak mereka bergegas pulang kembali kepada raja. Setibanya di hadapan raja, mereka saling berkata, "Di kebun Tuan ada seorang gadis yang miskin seperti kami dan berbicara kepada kami . Dia mengatakan kepada kami, "Hai, Ibu-Ibu hamba raja, sekiranya saya yang diperistrikan sang raja selama ini, niscaya saya akan melahirkan dua atau tiga anak dari Tuan raja. Satu anak berpusat mutiara, satu anak berdada emas, dan satu anak yang lain berurat leher emas. Tidak terkira betapa gembiranya sang raja mendengar berita itu dari hamba-hambanya. Secara spontan sang raja itu memerintahkan laskarnya pergi memanggil si gadis miskin itu di kebun si gadis miskin. Berkatalah sang raja kepada laskarnya, "Masuklah kalian panggil kemari si gadis miskin itu!. Katakan kepadanya bahwa dia sekarang ini sangat diharapkan untuk datang menghadap raja karena ada sesuatu hal penting yang akan diberitahukan kepada dia. Setelah sang raja selesai berbicara kepada laskarnya, para laskar minta permisi lalu berangkat dengan segera pergi memanggil si miskin itu. Setelah laskar itu sampai di kebun si miskin, disampaikanlah pembicaraan sang raja kepada si miskin sebagaimana diberitahukan raja kepada mereka. Si miskin sudah mendengar pesanan raja yang disampaikan kepadanya kemudian dia menjawabnya dengan berkata, ;'Saya tidak dapat pergi sekarang ini. Saya merasa malu dan segan berangkat bersama kalian karena pakaian saya compang-camping begini . Jangan sampai raja nanti menduga bahwa saya menghinanya. Lebih baik kalian kembali kepada raja dahulu dan saya akan mengusahakan juga pakaian yang akan saya pakai dan pantas dilihat raja. Akhirnya, kembalilah para laskar ini kepada raja.



Setibanya dihadapan raja. para laskar itu menyampaikan pesan si miskin yang dibicarakan bersama mereka. Sang raja tersenyum mendengar penyampaian kata-kata laskar itu lalu berkata, "Kalau demikian halnya antarkanlah cepat pakaian yang dapat dipakainya supaya ia cepat datang. Tidak lama kemudian para laskar bersama inang-inang pengasuh mengantarkan pakaian yang akan dikenakan si miskin. Setelah menerima pakaian itu, si miskin berkata, "Saya mohon maaf pada raja sebab saya mau mengusahakan dahulu sedikit perhiasan emas supaya tidak terlalu telanjang badan saya, belum ada gelang ditanganku, belum ada juga kalungku, demikian juga belum ada anting-antingku. Jadi kalian kembali dahulu dan saya akan ke sana kalau sudah ada perhiasan emas yang saya usahakan itu." Setelah mendengar perkataan si miskin, para laskar itu pulang lagi dan menyampaikan pesan si miskin kepada raja. Raja berkata, "Bawakanlah perhiasan emas secukupnya supaya dia dapat cepatkemari". Sesudah para laskar bersama inang-inang pengasuh sampai ditempat si miskin dengan membawa berbagai perhiasan, si miskin mengambil perhiasan itu lalu pulang berhias dan bercermin. Setelah selesai berhias, dia pergi duduk bersama inang-inang pengasuh raja. Sementara duduk-duduk, inang-inang pengasuh raja itu berkata, "Sebaiknya kita segera berangkat sebab tentu raja sudah lama menantikan kita ."Berkatalah si miskin, "Baik, mari kita berangkat bersama-sama!" Setelah tiba di istana si miskin singgah di sumur untuk mencuci kakinya, kemudian laskar itu menghadap raja dan berkata "Orang yang Tuan panggil itu, sudah datang. Dia sedang mencuci kakinya di sumur. "Berkatalah raja kepada laskarnya, "Suruhlah orang itu naik ke rumah untuk menghadap saya!" Setelah si miskin itu berada di hadapan raja, bertanyalah raja itu kepada si miskin. "Benarkah kamu mengatakan bahwa seandainya engkau yang diperistrikan raja selama ini , niscaya engkau melahirkan dua atau tiga anak , satu anak berpusat mutiara, satu anak berdada emas, dan satu anak berurat leher emas?" Berkatalah si miskin, "Benar, saya berkata begitu, Tuan, tetapi sebenarnya saya bermain-main saja. "Berkatalah raja, "Tidak boleh dijadikan permainan hal itu. Ketahuilah bahwa saya ingin sekali mempunyai anak dan kamu pasti tidak akan mengatakan begitu kalau tidak ada sebabnya. Karena pembicaraan kamu itu, kita harus kawin dan saya akan menjadikan kamu sebagai istri saya. Akan tetapi, harus kamu ingat kata-kata ku ini yakni besok atau lusa apabila saya sudah memperistri kamu setelah berapa lama kamu tidak beranak, saya akan menyuruh orang memotong batang lehermu. Berkatalah si miskin, "Apabila itu sudah ke mauan Tuan, tidak akan ada yang berani menolaknya. Terserahlah nanti kepada kehendak Tuhan barangkali masalah ini sudah menjadi nasib saya. Setelah raja selesai berbicara, berpalinglah beliau kepada para orang yang dituakannya lalu berkata, "Aku minta tolong kepada kalian agar orang tuaku turun tangan mengurusi perkawinanku dengan perempuan ini”.

Tidak lama kemudian, orang-orang sudah sibuk menyelenggarakan perkawinan raja sesuai dengan adat istiadat yang berlaku untuk seorang raja. Setelah perkawinan si miskin dengan raja, raja membawa si miskin itu pulang ke rumahnya. Lama-kelamaan selelah hidup bersama si miskin, sang raja memperoleh kebesaran Allah si miskin benar-benar hamil. Setelah perut istrinya besar. sang raja memerintahkan kepada tukang urut supaya diselenggarakan upacara mengurut perut istrinya sebab tidak lama lagi istrinya akan melahirkan. Semcnlara ilu, raja pergi berlayar ke Malaka untuk membeli buaian emas sekaligus tangkai ayunan emas untuk anaknya nanti. Sebelum sang raja berangkat, dia berpesan kepada istri-istri tua dengan mengatakan. "Besok atau lusa apabila saya lelah pergi berJayar. kalian haruss mengurus madumu dengan baik. Berganti-gantianlah kalian mengasuh anaknya agar mereka mengikuti dengan baik jalan Allah. 


Hanya beberapa hari sesudah sang raja berangkat berlayar, bersalinlah si miskin itu. Kembar tiga anaknya; yang satu berpusat mutiara, yang satu berdada emas, dan yang satu lagi berurat leher emas. Yang berpusa! mutiara seorang perempuan, sedangkan yang dua lagi laki-Iaki. Karena si miskin ini sangat beruntung dapat hamil bersama raja, tidak mengherankan apabila istri-istri tua raja ini menyimpan iri hati kepada si miskin. Oleh karena itu, sudah ada maksud buruk. yakni mereka menyembunyikan anak itu apabila lahir, lalu akan menggantikannya dengan anak anjing atau anak kucing. Pada waktu si miskin melahirkan anak itu, mereka segera menyambut anak itu lalu menggantikannya dengan anak kucing lalu mereka berkata kepada yang bersalin "Mengapa anak kucing yang kamu lahirkan?" Berkatalah yang melahirkan, "Saya tidak tahu sebab menurut apa yang saya rasakan, yang saya lahirkan adalah manusia. Akan tetapi, kalau kalian mengatakan bahwa yang saya lahirkan adalah anak kucing, barangkali itu yang benar." Demikianlah, mereka selalu melakukannya sampai tiga kali berturul-turut melahirkan; semuanya digantikan dengan anak kucing, mereka segera disembunyikan dan dibawa masuk ke hutan untuk dibuang oleh para istri tua raja. Di dalam hutan bayi-bayi itu menjerit-jerit kedinginan. Di tempat pembuangan anak-anak itu, kebetulan lewat seorang nenek kabayan yang sedang mencari kayu api . Dia mendengar ada tangis bayi yang menyayat hati. Kemudian, nenek itu berjalan kearah celah belukar untuk melihatnya. Dia menemukan tiga bayi, satu perempuan dan dua laki-Iaki. Nenek kebayan itu mengambil bayi-bayi itu dan membawanya ke gubuknya lalu meninabobokannya, bayi-bayi itu dipeliharanya hingga mereka besar.

Tidak lama kemudian datanglah sang raja dengan membawa buaian emas dan tangkainya yang terbuat dari emas. Beliau menanyakan berita tentang istrinya yang hamil pada waktu ditinggalkannya. Berkatalah raja kepada para istri tuanya, "Apakah madumu sudah bersalin')". Serentak mereka menjawab kepada raja, "Sudah bersalin Tuan, tetapi yang dilahirkannya semua kucing sebanyak tiga ekor." Berkata lagi raja, "Jadi, apakah pendapat kalian sebab dia bedusta?" Istri tuanya menjawab, "Terserah raja, asal kami tidak disuruh membunuhnya." Berkatalah raja, "Bawalah dia turun di kolong rumah dan ikatkan di comberan lalu kalian kencingi kepalanya dari atas". Demikianlah si miskin sudah terikat di dekat comberan siang dan malam. Siapa saja yang ada di atas dalam rumah itu datanglah kencing tepat dilubang di bawah, dan menyiram kepala si miskin di bawah rumah itu.

Tiga anak. yang terbuang di hutan belukar tersebut tetap dalam asuhan nenek kebayan sampai mereka besar. Lama-kelamaan mereka pandai menyabung ayam. Pada suatu ketika anak-anak ini keluar kepantai ingin menyabung ayam. Kebetulan juga sang raja sedang mengadakan keramaian, yakni menyabung ayam. Semua orang yang datang membawa ayam menyabungkan ayamnya. Anak-anak ini menunggu ayam sang raja yang akan disabung ke luar. Setelah ayam sang raja ke luar, tidak ada orang yang berani melawankan ayamnya karena mereka takut kalau ayam raja dikalahkan. Akhimya, si anak ini berkata, "Saya bersedia melawan ayam sang raja." Tertawalah raja mendengarnya. Lalu raja berkata, "Apakah ada hartamu untuk dipakai melawan ayamku?" Menyahutlah anak ini dan mengatakan, "Tidak ada, Tuan. Apabila ayam kami dikalahkan oleh ayam Tuan, kami bertiga sebagai taruhannya." Berkatalah raja, "Apakah kamu mau dipotong apabila kalah ayammu? " Berkatalah anak itu, "Terserahlah raja, kami terima semua hukuman Tuan". Setelah pembicaraan antara anak itu dan raja disepakati, di­sabunglah ayam mereka. Lama sekali ayam itu berlaga, kadang kala ada yang lari mengelak. kadang kala ada yang maju lagi bergumul. Akhirnya, ayam raja berkeok sebab tidak mau melawan lagi. Oleh karena ayam raja dapat dikalahkan, raja berkata kepada anak itu, "Apakah yang kamu minta kepada saya sebagai pengganti kekalahan ayamku ? " Berkatalah anak itu, "Kalau boleh, raja berikan kepada kami orang yang diikat dipinggir comberan." Sahul sang raja. "Akan kalian apakan dia sebab dia adalah pendusta besar?" Berkatalah anak-anak itu. "Tidak apa-apa Tuan. Entah karena apa sehingga kami merasa iba sekali melihatnya. Nanti kami akan membersihkan badannya. Mudah-mudahan orang itu dapat kami jadikan induk semang sebab nenek kami sudah terlalu tua, tidak kuat lagi bekerja," Berkatalah raja, "Ambil saja bila kalian suka” Sementara anak-anak itu membuka pengikat si miskin itu. timbullah pikiran raja, yakni Anak-anak ini. seorang perempuan dan dua orang laki-Iaki, mencari induk semang. Jadi. artinya ibunya tidak ada. Anak ini juga iba sekali hatinya ketika mereka melihat orang yang diikat di comberan. Barangkali ada hubungan batin di hatinya. Pada waktu perempuan ini melahirkan saya tidak melihatnya. Hanya para madunya yang ada di sini kebetulan para madu ini tidak ada yang melahirkan. Barangkali ada hal yang tersembunyi dalam persoalan ini .Setelah selesai membuka pengikat si miskin ini, anak-anak tersebut membawa orang itu ke sungai, menggosok badan orang itu sampai bersih dan baru mereka antar pulang ke rumah orang itu.

Pada suatu hari anak-anak ini mendengar berita bahwa ada seekor burung yang tinggal di celah batu di hutan yang dinamakan orang burung bayan yang cerdik. Burung bayan yang cerdik itu dapat menceritakan semua hal yang sudah pernah terjadi juga tentang hal yang akan terjadi. Oleh karena itu. anak-anak itu ingin sekali meng-ambil burung itu. Anak-anak itu memberitahukan kepada neneknya. "Hai, Nenek tolong rebuskan saya tujuh biji telur ayam bersama tujuh buah ketupat daun pandan sebab akan saya jadikan bekal untuk pergi mengambil burung bayan cerdik itu." Berkatalah neneknya, "Janganlah kamu pergi, cucuku sebab nanti kamu mati." Berkatalah anak itu "Nenek belum tahu apakah saya akan mati atau tidak. Untuk itu, perhatikanlah tangkai cemangi yang saya tanam ini . Setelah tujuh hari saya pergi kemudian daunnya layu, itu berarti saya mati dalam perjalanan saya." Setelah siap bekalnya, berangkatlah anak itu seorang diri masuk ke hutan. Genap tujuh hari lamanya dia pergi, nenek dan dua anak yang lain melihat bahwa daun cemangi itu layu kemudian mereka berkata, "Sudah layu daun cemangi ini. Ini berarti bahwa saudara kita mati dalam perjalanannya."

Berkatalah saudara laki-Iakinya yang satu kepada neneknya, "Buatkan saya juga bekal, Nenek! Saya akan pergi mencari saudara saya." Neneknya melarang dia dan berkata, "Janganlah kamu pergi karena nanti kamu juga mati!" Berkatalah anak laki-Iaki ini , "Tidak betul-betul apa-apa Nenek. Di situ tangkai cemangi yang saya tanam. Perhatikanlah nanti! Apabila layu semen tara saya pergi, berarti saya juga mati." Setelah genap tujuh hari dia pergi, layulah juga daun cemangi itu. Berkatalah saudara perempuan anak itu kepada neneknya, "Layu lagi daun cemangi itu, Nenek. Barangkali saudara saya itu mati juga. Kalau begitu, tolong buatkan saya gelang panjang yang tebal satu pasang. Kalau sudah ada gelang panjang itu, tolong rebuskan saya juga bekal seperti bekalnya saudaraku ." Berkatalah neneknya kepada anak perempuan itu, "Nanti kalian mati semuanya kalau demikian cara kamu". Berkatalah anak itu, "Tidak boleh, Nenek? Apalah gunanya saya sendiri yang hidup?" Terserah kamulah saya melarang kamu pergi," kata Nenek Kebayan. Akhimya, berangkatlah anak perempuan itu ke tempat burung bayan yang cerdik itu. Setelah sampai di sana, dia melihat kedua saudaranya mati. Apa yang dia lakukan? Dia pergi ke samping saudarannya itu dan memerciki mereka air melalui ujung rambutnya. Tidak lama kemudian terbukalah mata saudaranya itu dan mereka hidup kembali. Sesudah itu, pergilah saudara perempuan ini ke celah batu tempat burung itu berada. Burung itu menegur anak perempuan itu, katanya, "Jangan kamu kemari sebab nanti kamu juga mati." Dia tidak mau mendengar pembicaraan burung itu . Langsung saja ia mengulurkan tangannya dan menangkap burung itu. Sementara ia mengulurkan tangannya. tiba-tiba batu itu bertaut kembali . Dia tarik tangannya keluar bersama dengan burung bayan itu, tempi tidak dapat karena tangannya terhimpit gelang panjang dan tebal yang dia pakai dapat mengganjali tangannya. Jadi, tinggal gelang yang dijepit batu dan tanganya dapat keluar besama burung.

Setelah itu, kembalilah ketiganya ke rumah bersama-sama dengan membawa burung itu. Setelah mereka tiba kembali di rumah. Berceritalah sang burung ini kepada ketiga anak itu, katanya, "Sebenarnya kalian itu adalah anak raja. Mengenai ibu kandungmu adalah orang yang kalian jadikan induk semang. Alasan kalian dapat berada di sini adalah karena kalian dibuang oleh istri-istri tua raja dan digantikan dengan tiga ekor anak kucing kepada ibumu. ltulah sebabnya sehingga ibumu diikatkan di bawah dekat comberan, raja menyangka bahwa betul-betul anak kucing yang dilahirkan oleh ibumu."  Setelah diketahui oleh anak-anak itu bahwa mereka sesungguhnya adalah anak raja dan induk semangnya sesungguhnya adalah ibunya. mereka semua menangis setelah mendengarkan kata-kata burung itu. Mereka merasa sedih diperlakukan begitu bersama ibu kandungnya oleh istri-istri tua raja. Tidak lama kemudian, sang raja juga mendengar berita bahwa ada burung pandai berbicara yang di simpan anak-anak itu. Disuruhlah para pengawal raja untuk memanggil anak-anak itu ke rumahnya dan dipesankan juga supaya mereka membawa serta burungnya sebab raja ingin melihatnya dan mendengarkan burung itu ketika berbicara. Selanjutnya. mereka berangkat untuk menghadap raja dengan membawa burung mereka. Setelah mereka tiba, berkatalah raja. "Cobalah suruh burungmu itu berbicara karena saya mau mendengar. Sudah lama tersiar berita bahwa burungmu itu pandai berbicara." Anak-anak itu menjawab perkataan raja, "Dapat saja burung ini disuruh bercakap-cakap, Tuan, asal nanti tidak ada orang yang akan turun di tanah sementara burung ini berbicara." Tidak ada orang yang akan turun, Burung. Kalau saya tahu ada yang turun nanti saya akan menyuruh memenjarakannya. Kalau perlu, orang yang turun dibuang ke luar daerah juga.

Akhimya, semua orang duduk dengan tenang di atas rumah begitu juga semua istri tua raja. Mereka ingin melihat dan mendengarkan burung itu bercakap-cakap. Tidak lama kemudian berceritalah sang burung itu . Dibongkarlah segala perilaku istri tua raja dalam ceritanya, yakni mulai dengan ibu yang melahirkan anak-anak itu lalu istri-istri tua menggantinya dengan anak kucing sampai kepada mereka membuang anak-anak itu ke hutan sampai akhirnya sang raja tiba kembali dan raja menyuruh orang-orang mengikatkan ibu anak-anak itu didekat comberan.

Setelah selesai bercerita sang burung ini di hadapan raja tiba-tiba pucat mukanya mereka semua, seperti warna kunyit yang dipotong dua, semua istri tua raja itu . Mereka semua menelungkup di kaki raja menangis dan mencium telapak kaki sang raja. Mereka mengatakan, "Kami salah, Raja, semuanya benar apa yang diucapkan burung, kami mohon tidak dibunuh. Biarlah kami semua dijadikan budak oleh anak-anak itu." Berkatalah sang raja, "Kalau demikian perkataan kalian, benar-benar kalian bersalah. Kalau anak-anak itu bersedia menjadikan budaknya, tidak apalah." Selesai raja berkata, menjawablah anak-anak itu dan berkata, "Kami tidak bersedia menjadikan mereka budak kami karena itu tidak sepadan dengan penyiksaan terhadap ibu kami. Kami mau kalau mereka juga diikatkan di bawah di tempat ibu kami diikatkan dulu , barulah hal itu sepadan." Berkatalah raja, "Kalian sudah mendengar apa yang dikatakan anak-anak itu. Andaikata saya yang menghukum kalian, kalian semua akan disembelih karena kalian terlalu beriri hati kepada madumu".

Akhirnya raja memerintahkan semua istri tuannya diikatkan ditempat mana ibu anak-anak itu diikatkan dulu. Para laskar raja 'juga mengarak ibu anak-anak itu di atas tandu dan dibawa ke istana raja untuk dijadikan permaisurinya, diikuti ketiga anaknya dan nenek kebayan itu. (Arman Husain 2017).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar