Mamuju Ethnic

Informasi & Literasi Budaya Mamuju

Selasa, 13 Desember 2022

Puatta Karema, sang pendamai yang terlupakan oleh sejarah. (bag.II)

Kerajaan Mamuju pasca diangkatnya Pammarica sebagai Maradika atau raja sementara untuk mengatasi terjadinya kekacauan di kalangan masyarakat Mamuju kala itu setelah beberapa golongan bangsawan kerajaan mengkudeta kepemimpinan Pue Tonileo yang dianggap sewenang-wenang dalam menjalankan pemerintahannya, ada beberapa pendapat dari para pemerhati sejarah yang berpendapat bahwa Pue Tonileo ini suka menggauli perempuan yang dia senangi walaupun itu istri orang lain, mengambil secara paksa ternak maupun hasil kebun masyarakatnya tanpa belas kasihan, ada juga yang berpendapat bahwa Pue Tonileo ini tidak disenangi oleh kalangan keturunan bangsawan kerajaan Mamuju yang lain karena dianggap bukanlah pewaris tahta kerajaan yang seharusnya menjadi Maradika sehingga saudara- saudaranya iri dan tidak senang kepadanya dan melakukan tindakan kudeta untuk merebut tahta kerajaan dari Pue Tonileo. 

Jika seandainya putra mahkota anak Pue Tonileo tidak pergi meninggalkan kerajaan Mamuju menuju Toli-toli mungkin Pammarica tidak akan menjadi raja di Mamuju saat itu, karena pihak kerajaan sendiri telah memanggil putra mahkota itu kembali ke Mamuju untuk diangkat menjadi pewaris tahta kerajaan, namun ia menolak tawaran tersebut karena merasa ketakutan akan terbunuh juga. Pue Tonileo ini dikenal sakti dan memiliki ilmu yang tinggi, menurut penuturan sumber informasi penulis, bahwa Pue Tonileo ini diangkat sebagai raja pada saat itu karena keberaniannya dan kesaktiannya menumpas pemberontakan yang akan menghancurkan kerajaan Mamuju, walaupun bukan dari bangsawan pewaris tahta kerajaan. 

Setelah Pammarica meletakkan jabatannya sebagai raja di Mamuju, maka hadat kerajaan Mamuju pun melantik Puatta Karema sebagai raja selanjutnya. Puatta Karema dianggap berhak mewarisi kerajaan Mamuju karena masih dari garis keturunan Tomatindo di Puasana bin Tomatindo di Sambayanna Maradika Mamuju sebelumnya. Puatta Karema menikahi anak Maradia Sendana Tomatindo di Balitung dan memiliki keturunan yang kemudian mewarisi kerajaan Mamuju setelahnya yaitu Ammana Kombi.

Puatta Karema pada masa menjabat sebagai Maradika Mamuju diberi kepercayaan untuk mendamaikan kekacauan akibat Sengketa letak batas batas wilayah kerajaan kerajaan di Appeq Ba'bana Binanga seperti kerajaan Pamboang, Banggae, Sendana dan Balanipa yang sering terjadi setiap saat. Hal ini tercatat dalam lontrak Pattapiangang di Pamboang yang ditulis oleh Leqdang Paqbicara Adolang kerajaan Pamboang. 

Berikut adalah kisah penentuan tapal batas yang tercatat dalam lontrak Pattapiangang Pamboang. Itulah sebabnya maka dijemputlah Puatta Karema di Mamuju, setibanya Puatta Karema dinaikkanlah ke usungan dan diusunglah ke perbertasan yang disebut Batu-batu, batas antara Pamboang dan Banggae. Setiba diperbatasan berkatalah Puatta Karema; ”Kalian dua Daeng.. dua ba'ba binanga, lihatlah, kalau saya meludah kesebelah kanan berarti itulah bahagian dari Banggae dan kalau saya meludah kekiri berarti itulah bahagian dari Pamboang. 

Ilustrasi

Setelah itu maka dilanjutkanlah perjalanan ke sebuah tempat yang disebut buttu Pangnganaang Ulu, berkata lagi Puatta Karema; Disinilah bagian wilayah Banggae dan adapun tanah yang datar itu adalah tempat singgahnya Ba'ba Binanga yaitu Balanipa dan Sendana. Adapun perbatasan ini Asambi Puayang adalah juga termasuk wilayah Pamboang. Setelah ditetapkannya batas antara Pamboang dan Banggae maka perjalanan pun dilanjutkan lagi sehingga sampailah disuatu tempat yang disebut Tanete Tarrauwwe atau disebut juga Pattoqdoang Bandera kemudian lanjut lagi menuruni lembah dan mendaki gunung hingga ke Buttu Baya atau Buttu Tallu Sulapaq, lalu berhentilah usungan Puatta Karema karena disinilah pertemuan tiga batas wilayah kerajaan yaitu Balanipa, Pamboang dan Banggae, lalu berkatalah Puatta Karema; Dengarkanlah kalian semua tallu ba'ba binanga (Balanipa, Pamboang dan Banggae) Kalau saya menghadap ke Balanipa berarti itulah milik Balanipa, kalau saya menghadap ke Banggae berarti itulah milik Banggae dan begitupun kalau saya menghadap ke Pamboang berarti itulah milik Pamboang. 

Demikianlah ketentuan yang ditetapkan oleh Puatta Karema maka perjalanan kembali dilanjutkan lagi hingga sampai ke muara sungai Punna Nombong dan kemudian menyusuri tepian sungai lembang mombi disinilah letak persengketaan antara Hadat Alu dan Hadat Adolang sehingga masing-masing telah mendirikan benteng untuk mempertahankan wilayahnya disinilah terjadi peperangan antar Maradia Paccalo-caloq dari hadat Adolang dan Puatta I Saragian dari hadat Alu. Berkatalah Maradia; Tidak usah kita bersengketa lagi, lebih baik mengadakan kesepakatan. Dan tercapailah kesepakatan antara Maradia Paccalo-caloq dan Puatta I Saragian dan beberapa anggota hadat kerajaan. Adapun kesepakatan yang dicapai adalah sungai Mombi yang jadi batas antara dua wilayah hadat Alu dan Adolang kemudian disahkan oleh Puatta Karema. 

Rombongan pengusung Puatta Karema akhirnya tiba di lembang Mosso' dan Puatta Karema memerintahkan untuk menghentikan perjalanan dan turun dari usungan dan berkata; Hendaklah kalian menggenggam erat hasil kesepakatan kalian antara Sendana dan Pamboang, sebab jalur jalur yang sudah kita lewati itulah batas-batas kalian, kepada Sendana agar tidak mengambil lewati batas Pamboang begitupun sebaliknya Pamboang tidak boleh melewati garis batas ke Sendana. Begitulah sekilas tentang peran Puatta Karema dalam mendamaikan dan diberi kepercayaan untuk menentukan batas-batas wilayah kerajaan, Pamboang, Banggae, Sendana dan Balanipa. 

Bukan tidak mungkin bahwa sosok Puatta Karema ini dipercaya karena sifat kejujuran dan keadilan yang dimilikinya sehingga diberikan sebuah peranan yang begitu besar dalam perdamaian dikerajaan Pitu Ba'bana Binanga. Sampai hari ini nama Puatta Karema masih tetap hidup dalam hati dan pikiran masyarakat Mamuju tapi tidak sedikit pula banyak yang keliru dan tidak memahami tokoh bangsawan dan sekaligus penganjur agama ini, banyak yang menyangka kalau Puatta Karema ini adalah tokoh yang sama dengan Puatta Karama' karena nama gelaran yang sangat mirip sekali sehingga untuk memahami letak makam beliau saja mereka kadang keliru. Untuk pembahasan ini apakah sama Puatta Karema dan Puatta Karama' kita kupas ditulisan yang lain.(Arman-22)
Bersambung...
Login


Tidak ada komentar:

Posting Komentar