Mamuju Ethnic

Informasi & Literasi Budaya Mamuju

Minggu, 22 Januari 2023

Penja; Ikan Endemik Hingga Balutan Mitos dan Prinsip Moral Masyarakat Pesisir Mandar

Ikan Penja yang juga biasa disebut ikan seribu karena ikan ini sifatnya bergerombol dan merupakan ikan khas masyarakat ini hanya terdapat di perairan Mandar. Pada umumnya di Mamuju ikan ini disebut ”Duwang” sedangkan di wilayah Mandar wilatah bagian keselatan di sebut ”Penja" bahkan keluar daerah lebih dikenal dengan nama Penja. Penja atau Duwang ini merupakan komoditas dagang dan sumber makanan khas yang dari dahulu yang menjadi primadona masyarakat Mandar. Selain sebagai komoditas dagang juga membantu peningkatan ekonomi dimasyarakat sekitar pesisir dan sungai.

Penja atau Duwang adalah juga merupakan sumber gizi keluarga dengan berbagai olahan masakan yang khas di Sulawesi Barat pada umumnya dari ikan yang masih segar dan ada juga yang dikeringkan lebih dahulu atau biasa disebut ”Duwang Marogang”. Cara dikeringkan ini agar Penja tidak membusuk dan lebih tahan lama, komoditas Duwang ”marogang= kering, ini lebih diminati pasar karena selain rasanya lebih gurih juga dapat disimpan dalam waktu yang lama. 

Ikan Penja atau Duwang

Masakan dari ikan Penja ini sangat beragam baik yang masih segar maupun sudah dikeringkan seperti: di Pepes atau dalam bahasa Mamujunya disebut di ”Pais”( di masak dengan asap dibungkus daun pisang) dan ”kajokkos”(dimasak dengan dibungkus daun pisang dalam wadah), di piyapi (dimasak bersama air campuran bumbu khusus), di goreng biasanya Penja yang sudah dikeringkan, perkedel dan dimasak dengan cara ” di lawar” (tanpa proses menggunakan api tapi dengan perasan air jeruk nipis dan bumbu kemudian dimakan mentah-mentah) kemudian ada juga cara ”ambar” (dengan cara dimasak sebagai lapisan masakan ”Jepa" dari bahan sagu dan parutan kelapa tua, sama halnya hamburger tapi cara pengolahannya yang lebih unik dan tradisional. 

Berbagai olahan 

Bentuk dan ukuran ikan penja yang hanya sekitar ± 25-30 mm, berbentuk bulat lonjong seperti cerutu (Torpedo) ini dalam jumlah yang tak terhitung banyaknya secara bergerombol akan bergerak mendekati pantai dalam perjalananya ikan ikan ini akan masuk ke muara sungai sampai jauh ke hulu dan selanjutnya berkembang menjadi ikan dewasa yang dikenal dengan nama lain di daerah pegunungan yaitu ikan epung. Ikan ini tidak selalu ada untuk ditangkap karena kemunculannya hanya diwaktu- waktu tertentu saja atau musiman, ikan ini akan muncul menurut siklus waktunya yang sudah bisa diperhitungkan, dahulu masyarakat nelayan yang mengetahui atau memperkirakan kemunculan ikan penja adalah dengan memeriksa isi perut ikan cakalang yang diperoleh nelayan. 

Dahulu masyarakat Mamuju dalam upaya menangkap ikan penja ini biasanya menggunakan jaring halus yang diikat ke kayu atau bambu dengan bentuk menyilang atau melingkar, alat penangkap ikan ini disebut”bunde'” atau juga bisa disebut ”Sambe-sambeq” ditangkap dengan cara alat bunde' berfungsi sebagai serokan di taruh ke dalam sungai sedikit agak tenggelam kemudian orang tersebut berjalan agak pelan dan mendorong bunde' kedepan sekitar beberapa menit kemudian diangkat keatas permukaan air begitu seterusnya, ada juga yang menggunakan tehnik menjaring seperti pukat namun menggunakan jaring yang lebih halus. 

Alat penangkap ikan Penja ”sambe/ bundeq.

Dalam usaha penangkapan ikan tersebut bukan ditentukan berapa banyaknya ikan ini kita tangkap akan tetapi lebih pada bagaimana membentuk moralitas  masyarakat disekitar sungai ikan ini muncul, dengan mengedepankan sikap saling menghargai dan saling berbagi. Seperti jika ada orang yang datang ke pantai saat musim penangkapan ikan penja dan menginginkan ikan tersebut dibagi dengannya, maka harus diberi walapun sedikit karena itu adalah sebuah hal yang dilarang dan menyebabkan ikan ini akan menghilang dalam waktu dekat. 

Tidak munculnya ikan penja juga diyakini berhubungan dengan perilaku melanggar norma adat-istiadat dan agama yang terjadi di sekitar pantai di mana biasanya ikan tersebut muncul, diyakini oleh masyarakat setempat, ikan penja yang diketahui telah muncul, bisa hilang tiba-tiba seperti ditelan lautan jika di kampung tersebut dalam waktu bersamaan ada warga yang meninggal atau ada masyarakat yang berbuat maksiat maka musim berikutnya ikan penja bisa tidak muncul, bahkan sampai beberapa musim ikan tersebut tidak akan datang di tempat itu.

Mengenai asal-usul ikan Penja atau Duwang  ini, masih jadi misteri dimasyarakat Mandar sehingga kemunculan ikan ini seringkali dikaitkan dengan mitos tentang Tomanurung dan hal-hal ghaib lainnnya. Masyarakat Mandar percaya bahwa ikan ini adalah anugerah yang patut di syukuri sebab ikan ini merupakan hewan endemik khas sulawesi bagian barat dan sekitarnya yang tidak ada di daerah lain di Nusantara. Ada juga kepercayaan masyarakat bahwa ikan ini merupakan perwujudan dari Tomanurung sehingga ikan ini juga sering disebut Ikan Manurung. 

Pernah saya (Pen. Red) mendengar cerita dari orang tua bahwa ikan Penja atau Duwang ini bermetamorfosis menjadi ulat dan kemudian menjadi kumbang, ceritanya begini : ikan ini setelah masuk kemuara akan terus berenang sampai ke hulu sungai kemudian dihulu sungai ikan -ikan ini akan menempel di akar akar pohon yang menjuntai kesungai kemudian perlahan-lahan memanjat sampai keatas batang pohon dan menuju cabang sampai rantingnya, tidak lama kemudian akan bermutasi seperti kepompong dan kemudian berubah menjadi kumbang, allahualam begitulah cerita itu pernah tersampaikan, mengenai apakah itu sebuah mitos atau hanya cerita fiktif saya tidak begitu tahu dan pahami karena memang diluar nalar saya sebagai manusia biasa. 
(Arman Husain 23)

Sumber: 
Diolah dari berbagai sumber.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar