Mamuju Ethnic

Informasi & Literasi Budaya Mamuju

Jumat, 14 Desember 2018

Tintilingang legenda Dari Mamuju

Dalam tradisi lisan masyarakat Mamuju kita sering mendengar nama Tintilingang yang menjadi sosok legenda Tobarani (jagoan) dari bumi Manakarra ini. Namanya yang kini diabadikan sebagai nama salah satu jalan di lingkungan Kasiwa di Kelurahan Binanga Kecamatan Mamuju ini bagi masyarakat penduduk asli Mamuju pasti pernah mendengar dan tahu bagaimana kisah kehebatan Sang Jawara tersebut. 

Dikisahkan bahwa sosok Tintilingang ini berpostur tubuh kecil dan berkulit hitam dan memiliki kesaktian yang tinggi dan merupakan pendekar tak tertandingi dikalangan Tobarani dikerajaan Mamuju. Tidak banyak informasi tentang sosok ini hidup di masa siapa raja yang berkuasa saat itu, kuat dugaan bahwa beliau hidup di masa kejayaan kerajaan Mamuju yaitu Maradika Tomatindo disambayanna atau Lasalaga di tahun 1500.M. 

Ilustrasi gambar Tintilingang


Tintilingan hanyalah nama gelar yang disandangkan padanya yang berarti "PanTinting Talingang" yang diartikan dengan "orang yang menenteng telinga", digelar dengan Pantinting Talinga karena dikisahkan bahwa setiap telinga musuh musuh yang dikalahkan dalam perjalanannya akan dipotong dan diikat pada seutas tali dari kulit kayu kemudian dibawa pulang ke Mamuju sebagai pembuktian kepada Maradika Mamuju bahwa baginya tidak satupun jagoan mulai dari kerajaan Gowa sampai ketanah Mandar yang mampu menandingi kesaktiannya. 

Diceritakan bahwa suatu saat dimasa itu Raja Mamuju diundang oleh raja Gowa untuk datang menghadiri suatu gelaran adat di Kerajaan Gowa dan raja Mamuju pun berniat datang menghadirinya dengan membawa serta beberapa punggawa dan anggota keluarga kerajaan. 

Dan sebagai seorang punggawa kerajaan tentunya Tintilingang tidak mau ketinggalan untuk hadir, namun keinginannya itu tidak mendapat restu dari raja karena raja tahu bahwa Tintilingang punya sifat tempramen dan suka berkelahi dengan siapapun yang dianggapnya sok jagoan. Alhasil raja pun menolak Tintilingan ikut dalam rombongan tersebut.

Singkat cerita rombongan kerajaan Mamuju pun telah sampai dipelabuhan Gowa dengan perahu besar beserta Punggawa dan keluarga kerajaan, tapi alangkah kagetnya mereka tiba tiba sesosok manusia melompat keluar dari bawah buritan perahu yang tak lain adalah Tintilingang. Raja dan anggota kerajaan lainnya kaget dan heran melihat keberadaannya yang tiba tiba muncul dari bawah perahu tersebut, raja tentu saja marah dan mengingatkan Tintilingang untuk menjaga kehormatan kerajaan Mamuju dengan tidak berbuat sesuatu yang bisa merusak hubungan dengan kerajaan Gowa.

Melihat kehadiran Tintilingang dikerajaan Gowa para jagoan dan pendekar Gowa yang telah mendengar ketenaran Tintilingang ini ingin mencoba bertarung dengannya. Mereka berupaya menggoda Tintilingang dengan berkokok layaknya ayam jago yang bermakna isyarat untuk memancing siapapun untuk masuk arena untuk berduel jika ada yang menyahuti kokokan itu. Para punggawa kerajaan Mamuju dan berapa undangan dari kerajaan kerajaan lain tahu makna kokokan dari jagoan Gowa tersebut. Punggawa dan jagoan kerjaan Mamuju tidak mau terpancing dan berusaha menahan diri agar tidak terprovokasi dan berusaha menenangkan Tintilingang agar tenang dan bersabar. Semakin lama kokokan sang pendekar pendekar dari kerajaan Gowa ini membuat Tintilingang tak mampu menahan diri lagi, dengan suara lantang ia pun membalas kokokan tersebut. Semua undangan kaget dan tahu bahwa tidak lama lagi pasti terjadi pertarungan duel antar jagoan ini, dan benar saja akhirnya pertarunganpun terjadi.

Alhasil jagoan kerajaan Gowapun tumbang ditangan Tintilingang dan ini membuat raja Mamuju semakin murka melihat kelakuan Tintilingang yang telah mencoreng kehormatan raja Mamuju di gelaran adat yang seharusnya penuh dengan kedamaian. Namun raja Gowa menganggap itu hal yang pantas bagi jagoannya karena telah lebih dulu memancing situasi jadi kacau balau. Raja Mamuju akhirnya menghukum Tintilingang agar tidak ikut dalam perahu dalam perjalanan pulang ke Mamuju, sebagai hukuman Tintilingang harus berjalan kaki lewat darat jika ingin kembali pulang ke Mamuju seorang diri, dan harus membawa potongan telinga setiap jagoan dari kerajaan lain untuk membuktikan kasaktian dan keberanian yang dimilikinya. Lama berselang kemudian telah tersiar kabar akhirnya sang jagoan ini telah tiba di tanah Mamuju kembali.

Dan tentunya kedatangannya juga untuk membuktikan kepada Maradika (raja) Mamuju bahwa dia telah berhasil pulang dengan membawa seuntai telinga yang telah dipotong untuk membuktikan kesaktian dan keberanian Tintilangan Sang Jawara dari tanah Mamuju tidak tertandingi siapapun saat itu. (Arman Husain2018).



Sumber : wawancara dengan beberapa garis keturunan dan informasi dari penutur yang dapat dipercaya. Kisah ini ditulis bukan maksud apapun melainkan sebagai upaya pelestarian budaya dan sejarah di Mamuju, adapun jika cerita dari versi kami ada kekeliruan mohon untuk dikoreksi. Wassalam..


Tidak ada komentar:

Posting Komentar