Mamuju Ethnic

Informasi & Literasi Budaya Mamuju

Selasa, 21 September 2021

Daftar Maradika (raja-raja) di Mamuju dan Tappalang.

Berikut adalah susunan atau daftar pemangku raja dikerajaan Mamuju dan Kerajaan Tappalang, disusun secara teratur menurut hasil penelitian dengan mengacu pada sumber sumber data yang terpercaya yang telah melewati proses verifikasi data baik yang bersumber dari data primer dan data sekunder. 
Berikut adalah susunan dan daftar pemangku kerajaan di Mamuju:



I. Daftar Maradika Mamuju :
1. Latanroaji (±1200).
2. Todipudendeanna (±1300).
3. Tomanurung ri warras (±1300).
4. Pue Todipali (1540-1560).
5. Tomejammeng (1560-1570).
6. Puatta di Mamuju (1570-1580).
7. Tomatindo di Sambayanna (1580-1608)
8. Tomatindo di Puasana (1608-1620)
9. Kunjung Barani (1620-1640)
10. Tomalluang Ceraq (1640-1645)
11. Tomatindo dibuttu Padja (1645-1660)
12. Puatta Karema (1660-1680).
13. Tonileo (1680-1700)
14. Pammarica (1700-1730)
15. Nae Sebang (1730-1760)
16. Ammana Kombi (1760-1790).
17. I Kombi Walu (1790-1830)
18. Tomessu ri lembang (1830-1840)
19. Tomampellei Kasugikanna (1840-1850)
20. I Panre (1850-1859)
21. Abd.Maalim Nae Lotong (1859-1860 )
22. Abd. Rahman Nae Sukur* (1860-1870).
23. I Samani Ammana Pajung (1870-1889)
24. Abd.Rahman Nae Sukur* (1890-1895).
25. Karanene (1896-1908)
26. A. Jalaluddin Ammana Inda (1908-1910)*
27. A. Maksum DAI

Keterangan & alias/ gelar:  
- 1. Penguasa pertama di Mamuju, cucu dari Tomassalili rangrang (raja Baras pertama)
- 2. Anak dari Latanroaji 
- 3. Cucu dari Todipudendeanna (Mrd. Mamuju). 
- 4. Anak dari Tomanurung ri warras.
- 5. Anak dari Pue Todipali (Mrd. Mamuju - Peserta Konferensi Tamajarra II).
- 6. Lasalaga, anak dari Tomejammeng (Mrd. Mamuju).
- 7. Anak dari Lasalaga Puatta di Mamuju (Mrd. Mamuju).
- 8. Anak dari Tomatindo di Sambayanna (Mrd. Mamuju)
- 9. I Laso Pitu Putra dari Tomatindo di Puasana (Mrd. Mamuju, Pamboang, Sendana). 
- 10. (Data Belum ditemukan)
- 11. I Para'para'bue (Mrd. Pamboang, menetap di Malunda) Putri dari Kunjung Barani (Mrd Mamuju, Sendana)
- 12. Tokarama' Cucu dari I Para'para'bue (Mrd. Pamboang, Mamuju)
- 13. Lebopang dibunuh oleh rakyatnya dan putranya melarikan diri ke Toli-toli (Sulteng).
- 14. Puang Marica (Arajang Balanipa) dilantik sebagai raja sementara kekosongan tahta akibat konflik dikerajaan.
- 15. Pallibolibo saudara dari Pammarica.
- 16. Anak dari Puatta Karema (Mrd. Mamuju).
- 17. I Kombi Walu dionang (Mrd. Mamuju, Sendana) anak dari Ammana Kombi (Mrd. Mamuju).
- 18. Lamattupuang Pattana Labandu/ Kapten Kalangkangan, cucu Puatta Karema (Mrd. Mamuju).
- 19. Daenna Samani/ Tomajanggu'/ Tomessu ri atapang, cucu Puatta Karema.
- 20. Toniallung diTappalang, Putri dari Tomampellei Kasugikanna (Mrd. Mamuju).
- 21. Malloangngi Daellotong, Suami dari I Panre bin Daenna Samani. 
- 22. Lamanuka, Putra dari Malloangngi *(periode ke 1).
- 23. Tojaguang, anak dari Saeni Ammana Tau (Mrd. Pamboang) + We Datu (Mrd. Sendana). 
- 24. Lamanuka, Putra dari Malloangngi *(periode ke 2).
- 25. Pue Sarasa/ Puaaji, Putra dari I Samani + We Tanggar Icci'na Pajung. 
- 26. Pue DAI, Putra dari Nae Sukur (Mrd. Mamuju). *Bestuurder Van Mamoedjoe 14 Juli 1910. 
- 27. Pue Maksum Putra Djalaluddin Ammana Inda (Mrd. Mamuju).
- *tahun masa kekuasaan adalah perkiraan berdasarkan periodisasi 30 tahun 1 generasi dan perbandingan antara Stamboom dan lontrak.


Sumber :
- NOTA VAN TOELICHTING op de overeenkomst met den vorst van Mamoedjoe en Tappalang, den 3den Februarij 1868 gesloten. Hal. 849
- (Arsip Makassar No.354:123).
- (Laporan Asisten Residen, Wijnmalen. 20 Mei 1860).
- VOORNAAMSTE HOOFDEN VAN INLANDSCHE ZELFBESTURENDE LANDSCHAPPEN. 497 (Onderafdeelingen Balangnipasche en Binoeangache Benedenlanden en Boven-Binoeang en Pitoe Oeloenna-zalo)
- Lontrak Balanipa Mandar (Terjemahan. A. M. Mandra, 1990)
- STAMBOOM VAN ABDULHAVID PATANA PANTENG MARADIA TAPALANG. 1936
-Silsilah hubungan kekerabatan raja-raja SulSel SulBar SulTeng Jawa dan Bali (A. Saiful Sinrang. Yayasan Kebudayaan Mandar Rewata Rio.1986)
- Rulers of Celebes, Wikipedia.(Polski)

Berikut adalah susunan Raja (Maradika) kerajaan Tapalang:

1. Gunung (Udung Bassi) 
2.  Tomampellei Kasugikanna (1840-1850)
3. Abdul Maalim Nae Lotong (1850 -1862)
4. Samani Tomessu riAtapang (1862-1864)
5. Tjakeo Dg Marriba (Tomanggong Gagallang Patta riMalunda) (1865-1867)
6. Abd. Rahman Nae Sukur (1867-1889)
7. Pabannari Dg Natonga (1889-1892)
8. Andi Musu Padua Limba (1895-1905)
9. Bustari Pattana Lantang (1908-1934)
10. Pattana Pantang Abdal Havid (1934-1936).


Sumber:
- NOTA VAN TOELICHTING op de overeenkomst met den vorst van Mamoedjoe en Tappalang, den 3den Februarij 1868 gesloten. Hal. 849
- (Arsip Makassar No.354:123).
- (Laporan Asisten Residen, Wijnmalen. 20 Mei 1860).




Login


Jumat, 23 Juli 2021

Taresse Anging di Kadolang

Dahulu kala datanglah serombongan pengungsi, yang dikenal sebagai orang Passokorang, di daerah Gunung Kassaq.
Menurut cerita. Passokorang adalah nama salah satu kerajaan di tanah Bugis. Namun tempat tepatnya tidak diketahui. Raja yang memerintah di Passokorang terkenal sangat kaya raya. Raja ini membangun istana besar, serta benteng untuk menghadapi musuh-musuhnya dan mempunyai pengikut yang banyak. 

Sang raja mempunyai putra dan putri. Ada seorang putrinya yang teramat cantik dan sangat disayangi oleh raja yang bernama Taresse Anging. Kulitnya putih seperti kapas, rambutnya panjang bergelombang, bila ia minum seakan-akan kelihatan air yang mengalir di tenggorokannya.

Namun dibalik kecantikannya, terdapat kekurangan di fisiknya yaitu telapak kakinya bulat tidak datar sehingga sulit untuk berjalan. Raja memerintahkan beberapa pengawal untuk melayani sang putri bila sang putri ingin kesuatu tempat dia akan dibawa menggunakan tandu.

Suatu ketika datanglah utusan dari kerajaan sebrang untuk mengajak raja Passokorang bekerja sama. Tetapi sang raja menolak tawaran tersebut. Berkali-kali utusan raja sebrang datang mengajak kerjasama tetapi selalu ditolak oleh sang raja.

Raja sebrang marah dan mulai mengatur strategi untuk menyerang Passokorang. Kerajaan sebrang berhasil memenangkan pertempuran dan menguasai benten pertahanan kerajaan. Ibu dan saudara raja mati terbunuh. Tersisa anak raja Taresse Anging. Raja memerintahkan pengikutnya untuk meninggalkan benteng. Dalam perjalanannya dia singgah di beberapa tempat. Tetapi bila terdengar kabar Taresse Anging berada di tempat tersebut raja sebrang mengejarnya dan Taresse Anging bersama pengikutnya segera meninggalkan tempat tersebut.

Sebelum meninggalkan kerajaan raja Passokorang sudah terlebih dahulu memerintahkan kepada pengawalnya untuk membawa semua harta yang bisa dibawa, termasuk perabotan dan perhiasan emas. Menurut cerita jumlah orang yang membawa harta raja tersebut sebanyak 444 orang, ada juga yang mengatakan cuma 44 orang saja.

Berbulan bulan sang raja berjalan bersama pengikutnya. Terakhir sampailah disuatu tempat yang bernama Kurungang Bassi (sekitar kelapa tujuh, sekarang). Setelah beristirahat sebentar, mereka berangkat lagi melewati Bana Patuga di sekitar bagian selatan (kampung soqdoq, sekarang), yang mempunyai tebing batu yang curam. Karena batu batu ini licin dan susah dilewati, ada beberapa pengawal yang tergelincir jatuh kebawah dasar tebing dan mati, sehingga ditempat itu dikenal oleh masyarakat memberi nama Pellentengang Bugi, yang berarti tempat jatuhnya orang Bugis. Oleh sebab itu banyak ditemukan pecahan benda benda keramik perabotan dan perhiasan disekitar Bana Patuga daerah Soqdoq saat ini. Disinilah sang raja menetap di daerah pegunungan Kadolang bersama pengikutnya.

Suatu ketika Taresse Anging jatuh sakit dan tidak bisa terbangun dari tempat tidurnya. Sang raja menyuruh pengikutnya untuk menggali sebuah lubang yang memanjang seperti goa yang kira kira sepanjang 15 meter untuk dijadikan kuburan Taresse Anging. Didalam goa tersebut dibuat seperti ruangan untuk ditempatkan sang putri didalamnya bersama pengikutnya dan dayang dayangnya. Didalam ruangan tersebut hanya ada cahaya dari lilin yang terbuat dari kemiri dan dibuat pula sebuah ventilasi udara dari bambu besar yang telah dilubangi dari goa sampai ke luar. 


Ilustrasi gambar 


Berpesanlah raja kepada dayang dayangnya jika api lilinnya padam maka pengikutnya memukul ujung bambu sebanyak tiga kali sebagai tanda bahwa anak raja masih hidup. Setelah tujuh hari tidak lagi terdengar suara bunyi bambu dipukul maka sang raja menyatakan bahwa putrinya sudah meninggal dunia. Maka sang raja memerintahkan untuk sekalian mengubur harta bendanya bersama putrinya. 

Sampai tiba waktunya sang raja ini ketahuan oleh raja yang sudah lama memburunya, maka diseranglah tempat itu dengan segenap kekuatan kerajaan yang memusuhinya dan terjadilah peperangan yang tidak bisa dihindarkan oleh raja Passokorang dan lawannya, sampai semua pasukan dan pengikutnya dinyatakan tewas bersama rajanya tidak tersisa. 

Sampai hari ini peristiwa tersebut hanya menyisakan harta benda yang cukup banyak didaerah itu, sehingga penduduk di sekitarnya di jaman sekarang banyak menemukan benda benda harta karun perhiasan dan perabot. Nama Kadolang sebenarnya diambil dari nama sebuah pohon besar yang dulu pernah tumbuh disitu dan sudah ditebang oleh penduduknya sebuah wilayah yang bernama Kurungang Bassi. 



Selasa, 20 Juli 2021

Mengenang Kembali Sejarah Kelam Pemberontakan DI/TII Di Mamuju (Bag. Terakhir)

Tanggal 10 September 1961 markas komando di Polewali memberangkatkan beberapa kompi BN.710 ke Mamuju dibawah pimpinan Andi Muhammad Tang (Arung Alitta). didampingi beberapa perwira seperti Andi wela, Letnan abu Nawas dan lainnya. Kota Mamuju saat itu benar benar terlihat seperti kota mati, hancur berantakan semua bangunan musnah tinggal puing puing kecuali sebuah masjid di daerah Kayulangka (Mesjid Muttahida) yang masih berdiri kokoh, hanya ada tenda tenda barak untuk sebagian masyarakat yang masih tinggal disana. Namun kehadiran BN 710 di Mamuju ternyata hanyalah taktik Andi Selle untuk melakukan pembelotan dan memanfaatkan kegentingan akibat kekacauan yang ditimbulkan DI/TII, intimidasi yang dilakukan BN 710 itu disebabkan pasukan dibawah pimpinan andi Selle tersebut memiliki jumlah personel cadangan yang lebih banyak dibanding tentara resmi, akibatnya untuk menggaji pasukan cadangan tersebut mereka harus melakukan pemerasan dan penindasan kepada rakyat, berbagai hasil bumi dan harta masyarakat Mamuju tidak luput dari mereka. 


BN.710 dengan jumlah pasukan kurang lebih 10.000 personil atau setara dengan 11 batalyon, yang sebagian besar anggota pasukannya tanpa NRP. Dengan jumlah pasukan sebanyak ini, tanpa sepengetahuan pemerintah pusat, tentu tidak menerima gaji. Namun komandan batalyon 710 berusaha menggaji sendiri pasukannya bahkan sampai mempersenjatai pasukannya atas biaya sendiri dengan senjata yang lebih modern dari TNI. Senjata dibeli dari hasil barter dengan kopra, kopi, rotan dan damar dengan pemasok senjata dari luar negeri terutama Inggris lewat Singapura dan Tawao, Kalimatan Utara. Sebagian senjata pasukan 710 di jual ke DI/TII. Pasukan sebanyak ini menguasai daerah yang sangat luas dari Kabupaten Pinrang sampai ke Mamuju. Mereka juga memonopoli ekonomi rakyat terutama hasil bumi berupa kopra, kopi, beras, rotan dan damar. Semua hasil bumi ini tidak boleh dijual ke pihak lain, hanya boleh dijual ke pasukan 710. Jika ada yang melanggar maka pelakunya akan dieksekusi mati, ternyata secara diam-diam Andi Selle kerja sama dengan Kahar Musakkar dan memberikan bantuan persenjataan kepada DI/TII. 

Tanggal 5 April 1964 Panglima Kodam XIV Hasanudin Kolonel M. Yusuf mengadakan inspeksi di daerah Pinrang. Dalam inspeksi ini M. Yusuf didampingi oleh pejabat Kepolisian lainnya yaitu Kombes Pol. Drs. Marjaman dari Depak, AKBP R.M Subono Syamsi yang mewakili Kepala Komisariat Sulawesi, KP. II. W.F. Taroreh yang merupakan staf Asisten II Komdak XVIII Sulawesi, dan beberapa perwira Angkatan Darat Lainnya. Mereka mencari dan mengejar bekas Letkol Andi Selle Matolla dan rombongannya karena telah mengkhianati M. Yusuf. Selain operasi yang berhasil menembak mati Andi Selle, pada tanggal 2 Februari 1965 Pleton Yon 330 Kujang/Siliwangi pimpinan Peltu Umar berhasil menemukan jejak Kahar Muzakar. Kahar Muzakar bersama dengan pasukannya ditemukan di tepi selatan sungai Lasol. Pada tanggal 3 Februari pasukan Peltu Umar dapat menembak mati Kahar Muzakar dan menangkap pasukan yang tersisa. Dengan kematian Kahar Muzakar, maka gerombolan DI/TII di Sulawesi dapat ditumpas dan Sulawesi dapat dikendalikan kembali.

Dalam Operasi KILAT di Mamuju pantai sebelah barat Sulawesi pada tanggal 17 Desember 1962, Batalyon 952 Resimen IX Brigade Mobil di bawah pimpinan I.P. I. HM. Dumalang dalam gerakan Operasi yang dikenal dengan Operasi CATUR PRASETYA telah berhasil merebut pusat kedudukan DI/TII yang dipimpin oleh Mayor DI/TII A.G. Sakti. Dalam operasi ini, sembilan orang anggota gerombolan tewas dan 84 orang anggota beserta senjatanya ditawan. Selain itu pasukan dapat merampas sebuah mesin diesel, sebuah agregat, dan tiga kapal masing-masing beratnya 30 ton. (Arman Husain -2018).

Referensi ;
- Memet Tanumidjaja. Sedjarah Perkembangan Angkatan Kepolisian. Jakarta: Departemen Pertahanan Keamanan Pusat Sedjarah ABRI. 1971, hlm.135.
- Awaloedin Djamin. Sejarah Perkembangan Kepolisian di Indonesia Dari Zaman Kuno Sampai Sekarang. Jakarta: Yayasan Brata Bhakti POLRI. 2007, hlm. 362.
- Sejarah Perjuangan Rakyat Mamasa, oleh; Alberth Allo
- Selayang Pandang Sejarah dan Adat Mamuju oleh H. I. Abd. Rahman Thahir, MPA. 2006.

Selasa, 13 Juli 2021

Azis Legenda PSM asal Mamuju

Azis Mustamin, lahir pada 2 Januari 1959 di Desa Katumbangan, Kecamatan Campalagian, Kabupaten Polewali Mandar (Polman). Sejak SD, dia sudah bermain bola. Hingga memasuki SMP, dia kerap memperkuat tim sekolahnya dipertandingan sepakbola antar sekolah se-Kecamatan Campalagian setiap HUT Republik Indonesia. Tamat SMP, dia melanjutkan pendidikannya di SMA Negeri 4 Makassar. “Saya mau fokus menjadi pemain bola, punya pelatih dan punya klub, karena dikampung pada saat itu bermain saja tanpa bimbingan seorang pelatih. Makanya saya mau sekolah di Makassar,” ujar Azis yang hari itu mengenakan baju dan celana training adidas abu-abu.  Di SMA 4 Makassar, dia langsung ikut latihan bersama siswa sekolah lainnya, disinilah dia ketemu dengan dua rekannya Kardimin dan Mustafa Umarellah yang kemudian hari menjadi trio yang tidak dapat dipisahkan. Trio ini mendapat panggilan untuk bergabung dengan klub PS Budi Daya, yang tengah mempersiapkan timnya untuk kejuaraan Fatahillah Cup yang dilaksanakan di Lapangan Karebosi Makassar. Bersama PS Budi Daya, Azis Mustamin semakin menunjukkan kepiawaiannya, membuat pelatih PSM Junior segera merekrutnya, untuk mengikuti beberapa turnamen sepakbola yang dilaksanakan Komda PSSI Sulawesi Selatan (Sulsel).  “Sekolah saya jadi berantakan, karena lebih fokus di sepakbola. Saya jarang masuk sekolah. Uniknya, saya naik kelas,” kenang bapak lima anak ini sambil tertawa.

Azis Mustamin (jongkok, kedua dari kiri) bersama PSM Makassar do Divisi Utama Perserikatan 1983. Stadion Gresik Jawa Timur

Kondisi demikian, membuat kakak iparnya yang kebetulan dosen di salah satu universitas ternama, prihatin dan menegurnya, karena tidak ingin sekolah Azis terbengkalai gara-gara sepakbola.
Kecintaan Azis Mustamin pada sepakbola tak bisa dibendung. Itu membuatnya berhenti sekolah di SMA Negeri 4 Makassar dan memilih untuk hengkang ke Mamuju, mengikuti kakaknya yang sudah menetap di Jazirah Manakarra.
Di Mamuju, Azis Mustamin kembali lanjut bersekolah dan duduk di bangku kelas tiga SMA Negeri 1 Mamuju. Seperti saat masih di Makassar, tak ada yang bisa menghalanginya untuk urusan sepakbola. Sepulang sekolah, ia kerap latihan di Lapangan Merdeka Mamuju bersama pemain Persimaju lainnya, hingga kemudian masuk diskuad inti tim kebanggaan masyarakat Mamuju itu.
Bupati Mamuju saat itu, Atiek Soetedja, ingin melihat daerahnya maju dalam cabang olahraga sepakbola. Tak tanggung-tanggung, beliau mendatangkan Ramang (legenda Pemain PSM dan PSSI) untuk melatih Persimaju Mamuju. Disini Azis Mustamin semakin terbentuk, berkat sentuhan tangan dingin Sang “Macan Bola” yang melegenda tersebut.
Persimaju saat itu dihuni beberapa pemain diantaranya Hanafi, Arifin, Yusuf, Sudirman, dll. Tidak sampai setahun, dibawa asuhan Ramang, Persimaju Mamuju menjadi tim yang disegani di wilayah Sulsel. “Kami (Persimaju, red) sering mendapat undangan mengikuti beberapa turnamen di luar Kabupaten Mamuju, seperti di Bulukumba, Bantaeng, Parepare dan beberapa kabupaten lainnya,” terang Azis Mustamin. 

Kembali ke Makassar
Awal tahun 1981, Turnamen “Toddopuli Cup” berlangsung di Kabupaten Majene. Kompetisi ini diikuti beberapa tim dari kabupaten lain. Partai puncak dari turnamen tersebut mempertemukan kesebelasan PSM Makassar melawan Persimaju Mamuju. Match ini menjadi ajang reuni buat Azis Mustamin yang datang bersama Persimaju, karena beberapa rekan setimnya di PS Budi Daya dan PSM Junior juga hadir bersama Tim PSM Makassar, seperti Mustafa Umarellah, Kardimin, Hanafing dll. Laga final itu berkesudahan 2-1 untuk PSM Makassar, satu gol dari Persimaju dicetak oleh Azis Mustamin. Penampilan apik Azis Mustamin pada laga itu membuat pelatih PSM Makassar Suwardi Arland, langsung mendatangi Azis dan memintanya agar kembali ke Makassar untuk ikut seleksi di tim besutannya. 
“Peluang itu akhirnya datang, selangkah lagi bisa masuk di PSM. Bermain untuk PSM adalah impian saya sejak kecil. Kesempatan tidak akan datang dua kali, saya harus kembali ke Makassar,” urai bapak dari Zico dan Yeyen ini. Selang beberapa hari usai berlaga di Toddopuli Cup, Azis Mustamin langsung berangkat menuju Makassar, memenuhi panggilan coach PSM Makassar, Suwardi Arland. 

Azis Mustamin (jongkok, kedua dari kiri) bersama PSM Makassar, Divisi Utama PSSI 1985.


Bergabung di PSM Makassar
Sebelum seleksi tiba, Azis Mustamin kembali bergabung dengan klub asalnya PS Budi Daya, yang akan kembali mengikuti Kompetisi Divisi Utama PSM.
Dalam turnamen antar klub binaan PSM tersebut, PS Budi Daya berhasil keluar sebagai Juara 1, setelah di final menundukkan PS Bima Kencana, di Lapangan Karebosi Makassar. Sebagai tim juara dan menampilkan performa yang cukup apik selama kompetisi, trio PS Budi Daya: Azis Mustamin, Kardimin dan Mustafa Umarellah, melenggang mulus ke tim PSM Makassar tanpa harus melalui proses seleksi lagi. 
Jarang Bicara, Garang di Lapangan
Semasa memperkuat PSM Makassar, Azis Mustamin dikenal sebagai pemain keras. Karakter ini memang sudah menjadi ciri khas tim yang bermarkas di Stadion Mattoanging tersebut. Hal itu dibenarkan oleh Josef Wijaya, pemain berdarah keturunan, yang merupakan tandem Azis Mustamin di lini belakang PSM Makassar. Dalam perbincangan singkat penulis via telepon seluler dengannya, Josef Wijaya mengatakan bahwa rekannya tersebut dikenal sebagai bek hebat dan tangguh. Dia menjadi salah satu bagian penting di skuad “Pasukan Ramang” kala itu.
“Beliau orang yang sangat baik, santun. Kalau di mess sukanya pakai sarung, sedikit bicara, tapi kalau di lapangan tidak kenal kompromi saat berduel dengan pemain lawan. Dan kerasnya bukan main,” kenang Josef Wijaya yang semasa merumputnya dikenal dengan sebutan “Tembok Putih”.

Juara Tanpa Mahkota
Selama di PSM Makassar, momen paling berkesan menurut Azis Mustamin adalah pada saat PSM Makassar lolos ke enam besar Kompetisi Divisi Utama Perserikatan 1985. Enam klub yang lolos ke Stadion Utama Senayan Jakarta kala itu. Masing-masing, PSM Makassar, Persipura Jayapura, Perseman Manokwari, Persebaya Surabaya, Persib Bandung, dan PSMS Medan. Saat itu PSM Makassar, mengalahkan Persib Bandung 2-1, yang diperkuat oleh Robby Darwis, Ajat Sudrajat dan Sobur. Sementara di laga berikutnya menundukkan PSMS Medan yang dihuni sederet bintang seperti M. Sidik, Sunardi dan kiper Timnas Indonesia Ponirin Meka, dengan skor 1-0. “Namun uniknya justru Persib dan PSMS yang lolos ke Final. Kami kalah selisih gol dari Persib, padahal sama-sama mengoleksi enam poin. Sementara PSMS lolos ke final dengan mengantongi tujuh poin,” tutur Azis. “Saat itu juaranya adalah PSMS Medan, melalui adu tendangan pinalti, setelah di waktu normal bermain imbang 2-2 dengan Persib. Sementara PSM Makassar hanya finis di urutan ketiga, dan pulang dengan istilah juara tanpa mahkota,” kenangnya. 

Terpilih di Tim PON Sulsel
Selain memperkuat PSM Makassar, Azis Mustamin juga terpilih sebagai atlet untuk kontingen Sulsel pada cabor sepakbola yang berlaga pada PON XI Jakarta 1985.
Menariknya, pada tahap seleksi Pra PON yang dilakukan dua tahun sebelumnya, dia bersaing dengan Achmad Djauhari di posisi bek kiri. Alm. Achmad Djauhari adalah pemain idola Azis Mustamin saat masih membela PSM Makassar. Dia senior juga berasal dari Mandar.
Tentang Achmad Djauhari, masih penelusuran informasi untuk ulasan kami berikutnya. Dalam seleksi itu, pelatih menempatkan Azis di bek kiri, padahal posisi aslinya adalah bek kanan. Sementara di posisi tersebut, dia harus bersaing dengan bek gaek Achmad Djauhari yang merupakan pemain yang sangat dihormatinya. Karena ditunjang fisik dan stamina yang prima, Azis Mustamin terpilih dalam seleksi tersebut. “Saya hanya bilang, maaf senior. Dan beliau justru bangga dan memberikan motivasi kepada saya, karena yang menggesernya adalah saya, sama-sama berasal dari tanah Mandar,” kenangnya. 

Pulang dan Mengabdi di Mamuju
Usai berlaga di Divisi Utama Perserikatan dan PON XI 1985, Azis Mustamin memilih untuk pulang kembali ke Mamuju. Awal masuk di PSM Makassar tahun 1981. Dan sebagai bentuk penghargaan dari Pemerintah Sulsel, dia diangkat menjadi PNS tahun 1983 dan SK penempatannya di Dinas Penerangan Kabupaten Mamuju.
Meskipun tercatat sebagai PNS, Azis Mustamin tak bisa melepas kecintaannya pada sepakbola. Setiap pulang dari kantor, ia kerap memanfaatkan waktu yang ada untuk melatih anak-anak di Lapangan Merdeka Mamuju.
Tahun 1995, ia didapuk untuk melatih Persimaju Mamuju pada kompetisi Liga Sulsel, setelah itu, baru memilih untuk pensiun dari aktifitas bola.
“Kunci sukses adalah fokus, berani mengambil sikap, dan kemajuan sepakbola suatu daerah pembinaannya tidak boleh setengah-setengah,” kata bapak yang tengah menikmati masa purna tugasnya sejak 2017 yang lalu ini. (*)
Catatan oleh: Yudi Sudirman

Artikel ini juga termuat di Radar Sulbar edisi. Senin, 22 Maret 2021.

Sabtu, 10 Juli 2021

Si miskin dan Raja (Terjemahan; Lapokasiasi Ampeq Maradika)

Konon ada seorang miskin dan seorang raja. Sang raja ini mempunyai tujuh istri, tetapi tidak ada seorangpun diantara istrinya yang dapat melahirkan. Si miskin ini adalah seorang gadis yang tinggal di kebunnya sendiri. Pada suatu ketika sang raja ini bermaksud mengadakan pembacaan doa selamat. Dia menyuruh hamba-hambanya mengambil daun pisang di kebun orang lain . Setibanya hamba-hamba raja ini di kebun orang, bertemulah mereka dengan si miskin yang disebut tadi Berkatalah si miskin kepada hamba-hamba raja, "Hai, ibu-ibu hamba raja, sekiranya saya yang diperistri sang raja selama ini, niscaya saya akan melahirkan dua atau tiga anak, dari Tuan raja, satu anak berpusat mutiara, satu anak berdada emas, dan satu anak yang lain berurat leher emas." 

Setelah hamba-hamba raja ini mendengar si miskin berbicara demikian kepadanya, serempak mereka bergegas pulang kembali kepada raja. Setibanya di hadapan raja, mereka saling berkata, "Di kebun Tuan ada seorang gadis yang miskin seperti kami dan berbicara kepada kami . Dia mengatakan kepada kami, "Hai, Ibu-Ibu hamba raja, sekiranya saya yang diperistrikan sang raja selama ini, niscaya saya akan melahirkan dua atau tiga anak dari Tuan raja. Satu anak berpusat mutiara, satu anak berdada emas, dan satu anak yang lain berurat leher emas. Tidak terkira betapa gembiranya sang raja mendengar berita itu dari hamba-hambanya. Secara spontan sang raja itu memerintahkan laskarnya pergi memanggil si gadis miskin itu di kebun si gadis miskin. Berkatalah sang raja kepada laskarnya, "Masuklah kalian panggil kemari si gadis miskin itu!. Katakan kepadanya bahwa dia sekarang ini sangat diharapkan untuk datang menghadap raja karena ada sesuatu hal penting yang akan diberitahukan kepada dia. Setelah sang raja selesai berbicara kepada laskarnya, para laskar minta permisi lalu berangkat dengan segera pergi memanggil si miskin itu. Setelah laskar itu sampai di kebun si miskin, disampaikanlah pembicaraan sang raja kepada si miskin sebagaimana diberitahukan raja kepada mereka. Si miskin sudah mendengar pesanan raja yang disampaikan kepadanya kemudian dia menjawabnya dengan berkata, ;'Saya tidak dapat pergi sekarang ini. Saya merasa malu dan segan berangkat bersama kalian karena pakaian saya compang-camping begini . Jangan sampai raja nanti menduga bahwa saya menghinanya. Lebih baik kalian kembali kepada raja dahulu dan saya akan mengusahakan juga pakaian yang akan saya pakai dan pantas dilihat raja. Akhirnya, kembalilah para laskar ini kepada raja.



Setibanya dihadapan raja. para laskar itu menyampaikan pesan si miskin yang dibicarakan bersama mereka. Sang raja tersenyum mendengar penyampaian kata-kata laskar itu lalu berkata, "Kalau demikian halnya antarkanlah cepat pakaian yang dapat dipakainya supaya ia cepat datang. Tidak lama kemudian para laskar bersama inang-inang pengasuh mengantarkan pakaian yang akan dikenakan si miskin. Setelah menerima pakaian itu, si miskin berkata, "Saya mohon maaf pada raja sebab saya mau mengusahakan dahulu sedikit perhiasan emas supaya tidak terlalu telanjang badan saya, belum ada gelang ditanganku, belum ada juga kalungku, demikian juga belum ada anting-antingku. Jadi kalian kembali dahulu dan saya akan ke sana kalau sudah ada perhiasan emas yang saya usahakan itu." Setelah mendengar perkataan si miskin, para laskar itu pulang lagi dan menyampaikan pesan si miskin kepada raja. Raja berkata, "Bawakanlah perhiasan emas secukupnya supaya dia dapat cepatkemari". Sesudah para laskar bersama inang-inang pengasuh sampai ditempat si miskin dengan membawa berbagai perhiasan, si miskin mengambil perhiasan itu lalu pulang berhias dan bercermin. Setelah selesai berhias, dia pergi duduk bersama inang-inang pengasuh raja. Sementara duduk-duduk, inang-inang pengasuh raja itu berkata, "Sebaiknya kita segera berangkat sebab tentu raja sudah lama menantikan kita ."Berkatalah si miskin, "Baik, mari kita berangkat bersama-sama!" Setelah tiba di istana si miskin singgah di sumur untuk mencuci kakinya, kemudian laskar itu menghadap raja dan berkata "Orang yang Tuan panggil itu, sudah datang. Dia sedang mencuci kakinya di sumur. "Berkatalah raja kepada laskarnya, "Suruhlah orang itu naik ke rumah untuk menghadap saya!" Setelah si miskin itu berada di hadapan raja, bertanyalah raja itu kepada si miskin. "Benarkah kamu mengatakan bahwa seandainya engkau yang diperistrikan raja selama ini , niscaya engkau melahirkan dua atau tiga anak , satu anak berpusat mutiara, satu anak berdada emas, dan satu anak berurat leher emas?" Berkatalah si miskin, "Benar, saya berkata begitu, Tuan, tetapi sebenarnya saya bermain-main saja. "Berkatalah raja, "Tidak boleh dijadikan permainan hal itu. Ketahuilah bahwa saya ingin sekali mempunyai anak dan kamu pasti tidak akan mengatakan begitu kalau tidak ada sebabnya. Karena pembicaraan kamu itu, kita harus kawin dan saya akan menjadikan kamu sebagai istri saya. Akan tetapi, harus kamu ingat kata-kata ku ini yakni besok atau lusa apabila saya sudah memperistri kamu setelah berapa lama kamu tidak beranak, saya akan menyuruh orang memotong batang lehermu. Berkatalah si miskin, "Apabila itu sudah ke mauan Tuan, tidak akan ada yang berani menolaknya. Terserahlah nanti kepada kehendak Tuhan barangkali masalah ini sudah menjadi nasib saya. Setelah raja selesai berbicara, berpalinglah beliau kepada para orang yang dituakannya lalu berkata, "Aku minta tolong kepada kalian agar orang tuaku turun tangan mengurusi perkawinanku dengan perempuan ini”.

Tidak lama kemudian, orang-orang sudah sibuk menyelenggarakan perkawinan raja sesuai dengan adat istiadat yang berlaku untuk seorang raja. Setelah perkawinan si miskin dengan raja, raja membawa si miskin itu pulang ke rumahnya. Lama-kelamaan selelah hidup bersama si miskin, sang raja memperoleh kebesaran Allah si miskin benar-benar hamil. Setelah perut istrinya besar. sang raja memerintahkan kepada tukang urut supaya diselenggarakan upacara mengurut perut istrinya sebab tidak lama lagi istrinya akan melahirkan. Semcnlara ilu, raja pergi berlayar ke Malaka untuk membeli buaian emas sekaligus tangkai ayunan emas untuk anaknya nanti. Sebelum sang raja berangkat, dia berpesan kepada istri-istri tua dengan mengatakan. "Besok atau lusa apabila saya lelah pergi berJayar. kalian haruss mengurus madumu dengan baik. Berganti-gantianlah kalian mengasuh anaknya agar mereka mengikuti dengan baik jalan Allah. 


Hanya beberapa hari sesudah sang raja berangkat berlayar, bersalinlah si miskin itu. Kembar tiga anaknya; yang satu berpusat mutiara, yang satu berdada emas, dan yang satu lagi berurat leher emas. Yang berpusa! mutiara seorang perempuan, sedangkan yang dua lagi laki-Iaki. Karena si miskin ini sangat beruntung dapat hamil bersama raja, tidak mengherankan apabila istri-istri tua raja ini menyimpan iri hati kepada si miskin. Oleh karena itu, sudah ada maksud buruk. yakni mereka menyembunyikan anak itu apabila lahir, lalu akan menggantikannya dengan anak anjing atau anak kucing. Pada waktu si miskin melahirkan anak itu, mereka segera menyambut anak itu lalu menggantikannya dengan anak kucing lalu mereka berkata kepada yang bersalin "Mengapa anak kucing yang kamu lahirkan?" Berkatalah yang melahirkan, "Saya tidak tahu sebab menurut apa yang saya rasakan, yang saya lahirkan adalah manusia. Akan tetapi, kalau kalian mengatakan bahwa yang saya lahirkan adalah anak kucing, barangkali itu yang benar." Demikianlah, mereka selalu melakukannya sampai tiga kali berturul-turut melahirkan; semuanya digantikan dengan anak kucing, mereka segera disembunyikan dan dibawa masuk ke hutan untuk dibuang oleh para istri tua raja. Di dalam hutan bayi-bayi itu menjerit-jerit kedinginan. Di tempat pembuangan anak-anak itu, kebetulan lewat seorang nenek kabayan yang sedang mencari kayu api . Dia mendengar ada tangis bayi yang menyayat hati. Kemudian, nenek itu berjalan kearah celah belukar untuk melihatnya. Dia menemukan tiga bayi, satu perempuan dan dua laki-Iaki. Nenek kebayan itu mengambil bayi-bayi itu dan membawanya ke gubuknya lalu meninabobokannya, bayi-bayi itu dipeliharanya hingga mereka besar.

Tidak lama kemudian datanglah sang raja dengan membawa buaian emas dan tangkainya yang terbuat dari emas. Beliau menanyakan berita tentang istrinya yang hamil pada waktu ditinggalkannya. Berkatalah raja kepada para istri tuanya, "Apakah madumu sudah bersalin')". Serentak mereka menjawab kepada raja, "Sudah bersalin Tuan, tetapi yang dilahirkannya semua kucing sebanyak tiga ekor." Berkata lagi raja, "Jadi, apakah pendapat kalian sebab dia bedusta?" Istri tuanya menjawab, "Terserah raja, asal kami tidak disuruh membunuhnya." Berkatalah raja, "Bawalah dia turun di kolong rumah dan ikatkan di comberan lalu kalian kencingi kepalanya dari atas". Demikianlah si miskin sudah terikat di dekat comberan siang dan malam. Siapa saja yang ada di atas dalam rumah itu datanglah kencing tepat dilubang di bawah, dan menyiram kepala si miskin di bawah rumah itu.

Tiga anak. yang terbuang di hutan belukar tersebut tetap dalam asuhan nenek kebayan sampai mereka besar. Lama-kelamaan mereka pandai menyabung ayam. Pada suatu ketika anak-anak ini keluar kepantai ingin menyabung ayam. Kebetulan juga sang raja sedang mengadakan keramaian, yakni menyabung ayam. Semua orang yang datang membawa ayam menyabungkan ayamnya. Anak-anak ini menunggu ayam sang raja yang akan disabung ke luar. Setelah ayam sang raja ke luar, tidak ada orang yang berani melawankan ayamnya karena mereka takut kalau ayam raja dikalahkan. Akhimya, si anak ini berkata, "Saya bersedia melawan ayam sang raja." Tertawalah raja mendengarnya. Lalu raja berkata, "Apakah ada hartamu untuk dipakai melawan ayamku?" Menyahutlah anak ini dan mengatakan, "Tidak ada, Tuan. Apabila ayam kami dikalahkan oleh ayam Tuan, kami bertiga sebagai taruhannya." Berkatalah raja, "Apakah kamu mau dipotong apabila kalah ayammu? " Berkatalah anak itu, "Terserahlah raja, kami terima semua hukuman Tuan". Setelah pembicaraan antara anak itu dan raja disepakati, di­sabunglah ayam mereka. Lama sekali ayam itu berlaga, kadang kala ada yang lari mengelak. kadang kala ada yang maju lagi bergumul. Akhirnya, ayam raja berkeok sebab tidak mau melawan lagi. Oleh karena ayam raja dapat dikalahkan, raja berkata kepada anak itu, "Apakah yang kamu minta kepada saya sebagai pengganti kekalahan ayamku ? " Berkatalah anak itu, "Kalau boleh, raja berikan kepada kami orang yang diikat dipinggir comberan." Sahul sang raja. "Akan kalian apakan dia sebab dia adalah pendusta besar?" Berkatalah anak-anak itu. "Tidak apa-apa Tuan. Entah karena apa sehingga kami merasa iba sekali melihatnya. Nanti kami akan membersihkan badannya. Mudah-mudahan orang itu dapat kami jadikan induk semang sebab nenek kami sudah terlalu tua, tidak kuat lagi bekerja," Berkatalah raja, "Ambil saja bila kalian suka” Sementara anak-anak itu membuka pengikat si miskin itu. timbullah pikiran raja, yakni Anak-anak ini. seorang perempuan dan dua orang laki-Iaki, mencari induk semang. Jadi. artinya ibunya tidak ada. Anak ini juga iba sekali hatinya ketika mereka melihat orang yang diikat di comberan. Barangkali ada hubungan batin di hatinya. Pada waktu perempuan ini melahirkan saya tidak melihatnya. Hanya para madunya yang ada di sini kebetulan para madu ini tidak ada yang melahirkan. Barangkali ada hal yang tersembunyi dalam persoalan ini .Setelah selesai membuka pengikat si miskin ini, anak-anak tersebut membawa orang itu ke sungai, menggosok badan orang itu sampai bersih dan baru mereka antar pulang ke rumah orang itu.

Pada suatu hari anak-anak ini mendengar berita bahwa ada seekor burung yang tinggal di celah batu di hutan yang dinamakan orang burung bayan yang cerdik. Burung bayan yang cerdik itu dapat menceritakan semua hal yang sudah pernah terjadi juga tentang hal yang akan terjadi. Oleh karena itu. anak-anak itu ingin sekali meng-ambil burung itu. Anak-anak itu memberitahukan kepada neneknya. "Hai, Nenek tolong rebuskan saya tujuh biji telur ayam bersama tujuh buah ketupat daun pandan sebab akan saya jadikan bekal untuk pergi mengambil burung bayan cerdik itu." Berkatalah neneknya, "Janganlah kamu pergi, cucuku sebab nanti kamu mati." Berkatalah anak itu "Nenek belum tahu apakah saya akan mati atau tidak. Untuk itu, perhatikanlah tangkai cemangi yang saya tanam ini . Setelah tujuh hari saya pergi kemudian daunnya layu, itu berarti saya mati dalam perjalanan saya." Setelah siap bekalnya, berangkatlah anak itu seorang diri masuk ke hutan. Genap tujuh hari lamanya dia pergi, nenek dan dua anak yang lain melihat bahwa daun cemangi itu layu kemudian mereka berkata, "Sudah layu daun cemangi ini. Ini berarti bahwa saudara kita mati dalam perjalanannya."

Berkatalah saudara laki-Iakinya yang satu kepada neneknya, "Buatkan saya juga bekal, Nenek! Saya akan pergi mencari saudara saya." Neneknya melarang dia dan berkata, "Janganlah kamu pergi karena nanti kamu juga mati!" Berkatalah anak laki-Iaki ini , "Tidak betul-betul apa-apa Nenek. Di situ tangkai cemangi yang saya tanam. Perhatikanlah nanti! Apabila layu semen tara saya pergi, berarti saya juga mati." Setelah genap tujuh hari dia pergi, layulah juga daun cemangi itu. Berkatalah saudara perempuan anak itu kepada neneknya, "Layu lagi daun cemangi itu, Nenek. Barangkali saudara saya itu mati juga. Kalau begitu, tolong buatkan saya gelang panjang yang tebal satu pasang. Kalau sudah ada gelang panjang itu, tolong rebuskan saya juga bekal seperti bekalnya saudaraku ." Berkatalah neneknya kepada anak perempuan itu, "Nanti kalian mati semuanya kalau demikian cara kamu". Berkatalah anak itu, "Tidak boleh, Nenek? Apalah gunanya saya sendiri yang hidup?" Terserah kamulah saya melarang kamu pergi," kata Nenek Kebayan. Akhimya, berangkatlah anak perempuan itu ke tempat burung bayan yang cerdik itu. Setelah sampai di sana, dia melihat kedua saudaranya mati. Apa yang dia lakukan? Dia pergi ke samping saudarannya itu dan memerciki mereka air melalui ujung rambutnya. Tidak lama kemudian terbukalah mata saudaranya itu dan mereka hidup kembali. Sesudah itu, pergilah saudara perempuan ini ke celah batu tempat burung itu berada. Burung itu menegur anak perempuan itu, katanya, "Jangan kamu kemari sebab nanti kamu juga mati." Dia tidak mau mendengar pembicaraan burung itu . Langsung saja ia mengulurkan tangannya dan menangkap burung itu. Sementara ia mengulurkan tangannya. tiba-tiba batu itu bertaut kembali . Dia tarik tangannya keluar bersama dengan burung bayan itu, tempi tidak dapat karena tangannya terhimpit gelang panjang dan tebal yang dia pakai dapat mengganjali tangannya. Jadi, tinggal gelang yang dijepit batu dan tanganya dapat keluar besama burung.

Setelah itu, kembalilah ketiganya ke rumah bersama-sama dengan membawa burung itu. Setelah mereka tiba kembali di rumah. Berceritalah sang burung ini kepada ketiga anak itu, katanya, "Sebenarnya kalian itu adalah anak raja. Mengenai ibu kandungmu adalah orang yang kalian jadikan induk semang. Alasan kalian dapat berada di sini adalah karena kalian dibuang oleh istri-istri tua raja dan digantikan dengan tiga ekor anak kucing kepada ibumu. ltulah sebabnya sehingga ibumu diikatkan di bawah dekat comberan, raja menyangka bahwa betul-betul anak kucing yang dilahirkan oleh ibumu."  Setelah diketahui oleh anak-anak itu bahwa mereka sesungguhnya adalah anak raja dan induk semangnya sesungguhnya adalah ibunya. mereka semua menangis setelah mendengarkan kata-kata burung itu. Mereka merasa sedih diperlakukan begitu bersama ibu kandungnya oleh istri-istri tua raja. Tidak lama kemudian, sang raja juga mendengar berita bahwa ada burung pandai berbicara yang di simpan anak-anak itu. Disuruhlah para pengawal raja untuk memanggil anak-anak itu ke rumahnya dan dipesankan juga supaya mereka membawa serta burungnya sebab raja ingin melihatnya dan mendengarkan burung itu ketika berbicara. Selanjutnya. mereka berangkat untuk menghadap raja dengan membawa burung mereka. Setelah mereka tiba, berkatalah raja. "Cobalah suruh burungmu itu berbicara karena saya mau mendengar. Sudah lama tersiar berita bahwa burungmu itu pandai berbicara." Anak-anak itu menjawab perkataan raja, "Dapat saja burung ini disuruh bercakap-cakap, Tuan, asal nanti tidak ada orang yang akan turun di tanah sementara burung ini berbicara." Tidak ada orang yang akan turun, Burung. Kalau saya tahu ada yang turun nanti saya akan menyuruh memenjarakannya. Kalau perlu, orang yang turun dibuang ke luar daerah juga.

Akhimya, semua orang duduk dengan tenang di atas rumah begitu juga semua istri tua raja. Mereka ingin melihat dan mendengarkan burung itu bercakap-cakap. Tidak lama kemudian berceritalah sang burung itu . Dibongkarlah segala perilaku istri tua raja dalam ceritanya, yakni mulai dengan ibu yang melahirkan anak-anak itu lalu istri-istri tua menggantinya dengan anak kucing sampai kepada mereka membuang anak-anak itu ke hutan sampai akhirnya sang raja tiba kembali dan raja menyuruh orang-orang mengikatkan ibu anak-anak itu didekat comberan.

Setelah selesai bercerita sang burung ini di hadapan raja tiba-tiba pucat mukanya mereka semua, seperti warna kunyit yang dipotong dua, semua istri tua raja itu . Mereka semua menelungkup di kaki raja menangis dan mencium telapak kaki sang raja. Mereka mengatakan, "Kami salah, Raja, semuanya benar apa yang diucapkan burung, kami mohon tidak dibunuh. Biarlah kami semua dijadikan budak oleh anak-anak itu." Berkatalah sang raja, "Kalau demikian perkataan kalian, benar-benar kalian bersalah. Kalau anak-anak itu bersedia menjadikan budaknya, tidak apalah." Selesai raja berkata, menjawablah anak-anak itu dan berkata, "Kami tidak bersedia menjadikan mereka budak kami karena itu tidak sepadan dengan penyiksaan terhadap ibu kami. Kami mau kalau mereka juga diikatkan di bawah di tempat ibu kami diikatkan dulu , barulah hal itu sepadan." Berkatalah raja, "Kalian sudah mendengar apa yang dikatakan anak-anak itu. Andaikata saya yang menghukum kalian, kalian semua akan disembelih karena kalian terlalu beriri hati kepada madumu".

Akhirnya raja memerintahkan semua istri tuannya diikatkan ditempat mana ibu anak-anak itu diikatkan dulu. Para laskar raja 'juga mengarak ibu anak-anak itu di atas tandu dan dibawa ke istana raja untuk dijadikan permaisurinya, diikuti ketiga anaknya dan nenek kebayan itu. (Arman Husain 2017).